ThePhrase.id - Masyarakat Toraja dan Mbojo memiliki tradisi unik dalam lestarikan air agar dapat digunakan secara adil dalam kehidupan.
Budaya dan tradisi seperti itu biasanya dilakukan tak hanya untuk menguntungkan mereka sendiri namun juga untuk keberlanjutan.
Suku Toraja yang merupakan salah satu suku di Sulawesi Selatan memiliki kearifan lokal atau tradisi untuk melestarikan air.
Hal ini karena, suku Toraja menempati daerah pegunungan yang memiliki sedikit lahan untuk pertanian produktif. Meskipun begitu, masyarakat Toraja memiliki cara unik untuk bertahan dan menjaga lahan padi agar tetap dapat terairi sehingga bisa rutin panen.
Mereka memiliki sistem irigasi yang unik dan jarang ditemukan di seluruh Indonesia yang masih dikembangkan hingga saat ini.
Sistem tersebut disebut sebagai Kuang, yang merupakan sistem pengolahan lahan persawahan tadah hujan dengan membangun sumur-sumur kecil di tengah area pertanian. Sumur yang digunakan untuk menampung air akan menjadi sumber air minum bagi ternak dan tempat budidaya ikan.
Kuang yang memiliki kedalaman dua meter, juga menjadi sumber pengairan areal sawah tadah hujan. Tak hanya itu, kuang ini juga sangan bermanfaat bagi masyarakat sekitar terutama saat musim kemarau.
Pada umumnya masyarakat Toraja akan membangun sumur dengan bentuk permukaan bulat atau persegi. Untuk memperkuat sumur agar tak mudah longsor, tepian kuang akan ditahan menggunakan kayu, bambu, atau tumbuhan berakar serabut yang kuat seperti rumput-rumputan.
Dalam satu lahan seluas minimal dua hektar, petani akan menggali tiga lubag untuk dijadikan kuang agar lebih optimal untuk keberlangsungan ekosistem. Kuang tersebut juga dapat menjadi kolam budidaya ikan yang diisi dengan berbagai macam ikan.
Sementara itu, di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat terdapat masyarakat Mbojo yang merupakan suku asli dari Bima. Suku ini memiliki kepercayaan yang dikenal dengan parafu yaitu semcam sumber mata air atau mada oi.
Adanya kepercayaan ini karena, bagi mereka tak semua sumber mata air merupakan parafu. Mata air yang dianggap sebagai parafu adalah mata air yang masih sakral.
Saat ini hanya terdapat beberapa yang masih dianggap sakral, di antaranya adalah Oi Lanco, Oi Mbou, dan Oi Lombi yang terletak di Desa Kuta, Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima
Suku Mbojo yang berada di Lambitu sangat menghormati pohon-pohon dan bebatuan karena dipercaya dapat memberikan kelestarian mata air parafu. Hal ini menunjukan suasana kelestarian dan perwujudan interaksi antara manusia dengan lingkungan.
Aturan adat ini dibuat untuk melindungi parafu. Salah satu bentuk kelestarian ini adalah tidak boleh membuang hajat di sekitarnya dan tidak boleh menebang tumbuhan liar. Selain itu, masyarakat memiliki jadwal untuk membersihkan parafu setahun sekali. [Syifaa]