ThePhrase.id - Batik adalah salah satu dari beberapa warisan budaya Indonesia yang tidak hanya di kenal oleh warga Indonesia tapi juga dikenal oleh warga dunia. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik dan segala prosesnya menjadi Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Sejak itu, setiap tahunnya tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional.
Keunikan Batik bukan hanya terletak di kain dan motifnya namun juga pada proses, teknik dan seninya. Setiap motif memiliki ciri khas tersendiri dan setiap daerah memiliki motif yang berbeda dan unik. Pewarnaan dari batik juga memiliki perbedaan dari tiap daerah.
Pengembangan motif pada batik sering kali terinspirasi atau diambil dari lingkungan dan alam sekitar. Kebanyakan batik yang kita temui memiliki motif yang menggambarkan alam seperti motif Batik Mega Mendung khas daerah Cirebon yang digambarkan berbentuk awan. Kemudian Batik Tujuh Rupa asal Pekalongan yang bercorak motif hewan atau tumbuhan.
Proses batik cap (Foto: Unsplash/Agto Nugroho)
Seiring dengan berjalannya waktu, seni batik pun mengalami perubahan dengan dibedakannya antara batik tradisional dan batik modern.
Batik tradisional memiliki simol-simbol tersendiri, misalnya pada zaman kerajaan motif batik menentukan derajat pemakainya. Selain itu, susunan dari motifnya memilki ikatan tertentu yang sudah menjadi tradisi motif batik tersebut.
Perbedaan antara batik tradisional dan batik modern dapat dilihat dari bentuk seni motifnya. Batik modern lebih memiliki corak yang abstrak, gabungan atau gaya lukisan. Tidak hanya itu, batik modern juga bisa dilihat dari keunikan ide dan kreasi motif dari pengerajinnya sendiri.
Pengerajin batik sedang membatik (Foto: Unsplash/Mahmur Marganti)
Dengan perkembangannya, batik menjadi salah satu industri yang memiliki resiko mencemari lingkungan. Hal ini karena pada proses pewarnaan batik kebanyakan menggunakan pewarna sintetis dan penggunaan bahan ini yang membuat proses pembuatan batik tidak ramah lingkungan.
Namun, beberapa tahun ini, muncul tren sustainable fashion yaitu memfokuskan produksi fashion yang eco friendly atau ramah lingkungan. Beberapa komunitas pengerajin batik sendiri sudah ada yang menerapkan teknik sustainable dan eco freindly pada proses pembuatan batiknya.
Tetapi perlu diketahui bahwa proses pembuatan batik sebenarnya awalnya sudah eco friendly. Seperti yang ditemukan dalam buku Raffles (1817) bahwa pada abad 18 batik diwarnai menggunakan pewarna natural yang diambil dari tanaman.
Contohnya dengan menggunakan daun, tuak aren, berbagai macam sayuran untuk warna biru, kulit manga dan sekam padi untuk membuat warna kehitaman. Sayangnya, penggunaan pewarna alami ini ditinggalkan setelah ditemukannya pewarna sintetis pada pertengahan abad 19.
Dengan adanya tren sustainable fashion, beberapa pengerajin batik sudah mulai menggunakan pewarna alami. Pemilihan kainnya dan setiap prosesnya juga sudah ramah lingkungan. Perkembangan batik tidak hanya berhenti di situ, ada juga yang memunculkan ide batik eco print yaitu teknik yang memberikan pola pada kain dengan menggunakan dedaunan.
Proses pembuatan batik eco-print (Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq)
Sudah ada beberapa daerah di Indoensia yang menerapkan proses batik sustainable atau berkelanjutan salah satunya adalah Pekalongan. Seperti yang dilansir pada laporan UNESCO tahun 2014, Pekalongan sudah mulai menerapkan industri batik yang ramah lingkungan dengan mengurangi limbah dan mengembangkan, mempromosikan pewarna alami serta mendorong celan production yang lebih ramah lingkungan.
Selain itu, pada tahun 2019 pemerintah kota Pekalongan menggelar lokakarya dengan tema “Batik Masa Depan Back to Nature” yang mendorong pelaku usaha batik untuk menggunakan pewarna alami dan tidak menggunakan pewarna sintetis yang mengandung bahan kimia dan berbahaya untuk lingkungan. [Syifaa]