ThePhrase.id - Tidak dapat disangkal bahwa teknologi telah berkembang dengan pesat. Dalam beberapa waktu terakhir, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi topik hangat dan diminati oleh masyarakat di seluruh dunia, seperti halnya ChatGPT.
Foto: Tangkapan Layar Preview Pendeteksi AI Turnitin (youtube.com/Turnitin)
ChatGPT adalah sebuah sistem kecerdasan buatan berbasis teks yang menggunakan algoritma Natural Language Processing (NLP) untuk memahami dan merespons pertanyaan atau perintah dari pengguna dalam bahasa alami manusia.
Namun, disayangkan kehadiran ChatGPT memunculkan kekhawatiran akan penyalahgunaannya oleh sebagian orang. Oleh karena itu, penyedia layanan integritas akademik Turnitin telah meluncurkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi tulisan yang dibuat dengan ChatGPT di kalangan siswa.
Perusahaan mengklaim bahwa teknologi kecerdasan buatan ini memiliki tingkat kepercayaan sebesar 98 persen, sehingga dapat membantu pengajar menganalisis dan mengevaluasi keaslian sebuah karya akademik.
Menurut siaran pers yang dikeluarkan pada Jumat (7/4/2023), Turnitin telah mengembangkan kemampuan deteksi untuk GPT-3 dua tahun sebelum rilisnya ChatGPT OpenAI.
Kemampuan deteksi tulisan AI oleh Turnitin telah diintegrasikan ke dalam sistem yang sebelumnya ada, sehingga dapat diakses melalui sistem pembelajaran tanpa memerlukan langkah tambahan dari pengajar. Turnitin juga mengungkap bahwa lebih dari 10.700 lembaga pendidikan dan 2,1 juta pengajar telah menggunakan teknologi ini untuk mengevaluasi keberadaan teks yang dihasilkan oleh AI dengan mudah dan cepat.
Untuk cara kerjanya, AI Detector dapat memberikan pengukuran evaluatif terhadap jumlah kalimat dalam sebuah tulisan yang mungkin dihasilkan oleh kecerdasan buatan. Informasi ini dapat digunakan oleh pengajar untuk menentukan apakah perlu dilakukan peninjauan, penyelidikan, atau diskusi lebih lanjut dengan siswa.
Kemampuan deteksi tulisan AI telah tersedia dalam berbagai produk dan solusi, termasuk Turnitin Feedback Studio (TFS), TFS with Originality, Turnitin Originality, Turnitin Similarity, Simcheck, Originality Check, dan Originality Check+.
“Para pengajar mengatakan pada kami bahwa kemampuan mendeteksi teks tertulis buatan AI secara akurat adalah prioritas pertama mereka saat ini. Mereka harus dapat mendeteksi AI dengan kepastian yang sangat tinggi untuk menilai keaslian karya siswa dan menentukan cara terbaik untuk langkah penanganannya,” kata CEO Turnitin, Chris Caren dikutip dari Tribunjogja.com.
James Thorley, Wakil Presiden Regional Turnitin Asia Pasifik, seorang akademisi, pengajar, dan administrator universitas di Asia Tenggara, menyadari potensi dampak perangkat AI seperti ChatGPT di wilayah tersebut.
Thorley mengatakan bahwa para pengajar di Indonesia menyadari bahwa penggunaan AI dapat berdampak pada kualitas pekerjaan siswa dan pengalaman belajar. Ia menyatakan bahwa meskipun AI dapat dimanfaatkan untuk hal yang positif, terlalu bergantung pada teknologi ini dapat menghambat pemikiran kritis dan integritas akademik, yang merupakan nilai inti dalam pengembangan masyarakat. [nadira]