ThePhrase.id - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membuka kembali sebagian rekening dormant atau tidak aktif yang sebelumnya diblokir, menyusul pemanggilan Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, oleh Presiden Prabowo Subianto ke Istana Negara, Jakarta, pada Rabu (30/7/2025).
Kepala Biro Humas PPATK, Natsir Kongah, menyatakan bahwa hampir separuh dari puluhan juta rekening yang diblokir sementara telah diaktifkan kembali.
“Kami lakukan secepatnya dan sudah hampir separuh dari puluhan juta rekening yang dihentikan sementara itu sudah terbuka kembali walau memang ini terus berproses,” ujar Natsir, dikutip dari Kompas.id.
Ia juga menjelaskan bahwa secara aturan, nasabah atau pihak terkait dapat mengajukan keberatan dalam waktu 20 hari sejak pemblokiran dilakukan. Proses penghentian transaksi ini secara hukum mencakup 5 hari kerja awal dan dapat diperpanjang hingga 15 hari kerja berikutnya. Namun, dalam praktiknya, rekening bisa kembali diaktifkan di hari yang sama jika memenuhi ketentuan yang berlaku.
PPATK juga menegaskan bahwa dana dalam rekening yang dibekukan tetap aman dan tidak hilang. “Jadi, jangan pernah khawatir dana rekening itu tadi hilang. Seluruh dana di dalam rekening terjamin 100 persen,” tegas Natsir.
Sebelumnya, PPATK membekukan sekitar 31 juta rekening hasil laporan dari 107 bank. Dana mengendap dalam rekening-rekening ini diperkirakan mencapai Rp6 triliun. Sebagian besar telah tidak aktif selama lebih dari lima tahun. Bahkan, lebih dari 140 ribu rekening telah dormant selama lebih dari satu dekade dan menyimpan dana sekitar Rp428,61 miliar.
Selain itu, PPATK juga menemukan sekitar 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak pernah digunakan, dengan dana mengendap mencapai Rp2,1 triliun. Temuan lainnya termasuk lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang juga berstatus dormant, dengan total dana sekitar Rp500 miliar.
PPATK menilai kondisi ini sebagai risiko tinggi, karena dana yang dibiarkan mengendap di rekening tidak aktif rawan disalahgunakan untuk kepentingan ilegal atau tindak kejahatan keuangan. [nadira]