
ThePhrase.id - Ahmad Ali gencar mengkritik partai politik lain, termasuk mantan partainya, Nasdem sejak hengkang dan berlabuh ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hingga dilantik sebagai Ketua Harian di partai tersebut.
Kali ini, kritikan dan serangan Ahmad Ali tidak hanya menyasar Nasdem, tapi ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mantan partai dari Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Sejak dipecat dari PDIP, Jokowi sampai saat ini belum bergabung dengan partai mana pun. Kendati begitu, dia digadang-gadang akan diangkat sebagai Ketua Dewan Pembina PSI, partai yang kini dinahkodai putra bungsunya, Kaesang Pangarep.
Dalam serangannya, Ahmad Ali menyebut Jokowi tidak dihargai oleh PDIP. Padahal Jokowi, lanjutnya, sangat dikehendaki oleh masyarakat sejak menjadi wali kota Solo hingga menjadi presiden selama dua periode.
"Terus kemudian masyarakat Indonesia melihat, 'oh ada orang kampung yang jadi wali kota di sana'. Dipaksa menjadi gubernur. Beliau kemudian di partainya, yang dulu diklaim sebagai partainya (PDIP), tapi tidak pernah dihargai di sana," kata Ali dalam Rakorwil PSI Se-Sultra di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat (21/11).
Ahmad Ali lantas menuduh PDIP hanya memanfaatkan popularitas Jokowi yang kian digandrungi masyrakat, untuk meningkatkan popularitas partai.
"Hanya dimanfaatkan di tempat di partainya, digunakan jabatannya untuk kepentingan partainya. Dipaksa untuk mendorong dia, siapa yang memaksa? Rakyat Indonesia yang memaksa partainya tersebut untuk kemudian mencalonkan dia menjadi gubernur. Kemudian mencalonkan dia menjadi presiden," ujarnya.
Mantan Wakil Ketua Nasdem itu juga menyebut Jokowi justru mendapat berbagai tuduhan dari PDIP usai lengser dari posisi presiden. Makanya, lanjut dia, tidak heran apabila Jokowi memikirikan nasib anaknya agar tidak mendapat perlakuan serupa.
"Apakah salah kalau kemudian beliau juga memikirkan putra-putranya? Apakah kemudian akan menitipkan kader-kadernya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, kader-kadernya, di partai (lamanya)? Yang sedangkan beliau sendiri, ketika menjabat jadi presiden, tidak pernah dihargai. Dikuyuh-kuyuh di sana," tuturnya.
Dia kemudian, meminta semua kader PSI untuk pasang badan apabila Jokowi dihina dan difitnah oleh siapapun.
"Jangan hanya mau memanfaatkan Pak Jokowi sebagai patron politik kita, tapi kemudian ketika orang menghina dia, menghajar dia, terus kita semua diam. Orang bilang Ketua Harian itu terlalu kasar. Masa bodoh. Kalau sudah menyangkut patron politik kita, kita menyangkut Pak Jokowi, saya tidak peduli," tegasnya.
Di lain kesempatan, Ahmad Ali juga menyindir Megawati Soekarnoputri, disebut sebagai nenek-nenek yang sudah puluhan tahun tetap menjabat sebagai Ketua Umum PDIP.
Sindiran Ahmad Ali itu bermula saat dia menanggapi hinaan dan makian yang diterima Jokowi, tapi justru diminta pensiun dari dunia politik ketika dia melawan.
Menurutnya, tidak ada kewajiban bagi Jokowi untuk tidak terlibat dalam politik. Lebih-lebih, lanjut Ali, terdapat mantan presiden yang menjabat sebagai ketua umum partai dan ada yang tetap aktif berpartai.
"Sialnya Pak Jokowi ini. Begini, dia dihina, dimaki-maki. Namun, ketika dia melawan, dia disuruh, 'Pak Jokowi harus jadi negarawan'. Terus ketika dia bicara politik, 'ya sudah waktunya beristirahat'. Loh, ada nenek-nenek yang sudah puluhan tahun jadi ketua partai," kata Ali saat memberi arahan dalam Rakorwil PSI Se-Kepulauan Riau (Kepri) di Batam, Kepri, Sabtu (22/11) malam. .
Ahmad Ali memang tidak menyebut secara gamblang nama nenek-nenek yang sudah puluhan tetap menjabat sebagai ketua umum partai. Kendati begitu, sindiran itu dituduhkan ke Megawati, sebab dialah satu-satunya perempuan yang menjabat ketua partai sejak 1991 hingga saat ini.
Tidak hanya itu, Ali juga menyinggung bapak-bapak mantan presiden yang juga aktif berpartai hingga saat ini.
"Ada Bapak Presiden yang sekarang sudah 20 tahun juga tidak disuruh berhenti. Apa sih yang ditakutkan dari Pak Jokowi ini?" ucapnya. (M Hafid)