
ThePhrase.id - Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia dinilai tengah mencari perhatian Presiden Prabowo Subianto saat mengusulkan pembentukan koalisi permanen.
Pengamat politik Citra Institute Yusak Farchan menyebut Bahlil sedang mencari perhatian Prabowo, misalnya berharap agar Golkar dipandang sebagai partai yang berada di garda terdepan dalam mengawal pemerintahannya.
"Saya kira Bahlil sedang bermanuver menjadikan Golkar sebagai sekutu paling loyal terhadap Prabowo. Itu poin penting nya," kata Yusak dalam keterangannya kepada ThePhrase.id, dikutip Senin (8/12).
Menurut Yusak, manuver itu dilakukan sebagai upaya tawar menawar (bargaining) agar saham Golkar di dalam pemerintahan Prabowo mendapatkan porsi yang paling besar dibanding partai lainnya.
Selain itu, Yusak menduga sedang terjadi gonjang-ganjing di internal yang mengusik Bahlil sebagai pucuk pimpinan partai beringin.
“Bahlil juga sedang meredam gejolak internal Partai Golkar agar posisinya sebagai Ketua Umum tidak didongkel di tengah jalan,” ucapnya.
Kondisi kebatinan Prabowo dinilai punya pengaruh besar terhadap posisi Bahlil di partainya. Membuat Prabowo senang dengan kinerjanya di pemerintahan, posisi Bahlil semakin aman di Golkar.
“Dukungan presiden atau kekuasaan terhadap Bahlil saya kira sangat vital untuk meredam upaya kudeta internal Bahlil dari posisi Ketua Umum,” terangnya.
Dalam pidatonya di Puncak Hari Ulang Tahun ke-61 Partai Golkar itu, Bahlil juga menyinggung partai non koalisi pada saat pemilihan, tapi bergabung ke pihak pemenang uai pemilihan.
Menurut Yusak, fenomena itu terjadi lantaran pihak pemenang tidak terlampau pede apabila tidak didukung mayoritas partai di palemen, makanya menarik dukungan dari pihak lawan.
Sementara pihak yang kalah juga ingin bergabung ke pemerintah dengan dalih penguatan stabilitas politik. Hal itu membuat konsep koalisinya tidak punya konsep yang jelas.
"Nah, mestinya yang kalah konsisten di luar pemerintahan alias oposisi agar tidak ada fenomena in-out atau on-off seperti yang disinggung Bahlil," ungkapnya.
Dengan demikian, Yusak menilai bahwa koalisi permanen perlu dilembagakan sejak awal, sehingga tidak menjadi perburuan kursi kekuasaan semata (rent-office seeking).
Hanya saja, lanjut dia, koalisi yang dibentuk harus berdasarkan orientasi atas kebijakan umum.
Kendati memungkinkan untuk membangun koalisi permanen, tapi tetap bergantung dengan dinamika politik menjelang Pemilu 2029.
Sebab, lanjutnya, ada banyak variabel yang mesti dipertimbangkan, seperti munculnya figur baru yang menjadi kompetitor Prabowo, akseptabilitas publik terhadap Gibran Rakabuming Raka yang terseok-seok akibat kasus ijazah palsu, dan soal keberhasilan pemerintah selama menjabat.
"Jadi koalisi permanen menuju 2029 bisa jalan, bisa juga tidak," katanya. "Saya kira konsekuensi dari berkoalisi saat pilpres hanya dua, yaitu menang atau kalah," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam acara puncak HUT ke-61 Golkar, Bahlil Lahadalia secara langsung mengusulkan pembentukan koalisi permanen saat berpidato di haapan Prabowo, yang digelar di Istana negara pada Jumat (5/12).
"Partai Golkar berpandangan Bapak Presiden, bahwa pemerintahan yang kuat dibutuhkan stabilitas. Lewat mimbar yang terhormat ini izinkan kami memberikan saran perlu dibuatkan koalisi permanen," ucap Bahlil.
Menurutnya, usulan itu disampaikan agar partai tidak dengan mudah menyatakan bergabung dan keluar dari pemerintahan. (M Hafid)