Thephrase.id – Aturan baru terkait biaya transaksi di ATM Link yang dikeluarkan Bank Himbara mendapat sorotan dari YLKI, ekonom dan legislator. Mereka mengatakan menolak aturan ini dan menilai hanya akan menurunkan citra Bank Himbara.
Bank BNI (Foto: langgam.id / repro-kaskus)
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak keras kebijakan perubahan biaya layanan transaksi ATM Link. Ketua YLKI, Tulus Abadi menilai pemberlakuan biaya tersebut merupakan klaim sepihak yang mengatasnamakan demi kenyamanan nasabah.
“Terkait hal ini, pihak bank berdalih demi kenyamanan nasabah. Lah, kenyamanan apanya? Emang ada surveinya terkait hal tersebut? Aneh bin ajaib. Itu klaim sepihak, mengatasnamakan konsumen. Klaim yang paradoks,” kata Tulus dalam keterangannya (22/5).
Tulus Abadi (Foto: rri.co.id)
Ia mengatakan bahwa bank menjadikan biaya administrasi sebagai pendapatan utama di tengah kondisi pandemi Covid-19. Ia mendorong masyarakat untuk menolak kebijakan biaya admin yang menurutnya merupakan kebijakan eksploitatif.
Tulus Abadi mengatakan kebijakan ini tidak adil bagi konsumen karena setiap bulan nasabah sudah dibebankan biaya administrasi sekitar Rp 14.000 serta pajak. Hal ini juga akan mempersulit tujuan utama nasabah menggunakan layananan bank, yaitu untuk menabung.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah persaingan perbankan pada saat ini sudah memasuki era baru, di mana tidak lagi bersaing dengan sesama bank tetapi menghadapi financial technology (fintech) yang lebih efisien. Fintech mempunyai fitur menguntungkan untuk nasabah yaitu bebas biaya untuk layanan transfer antarbank.
Piter Abdullah (Foto: epicentrum.co.id)
"Saya kira keputusan bank Himbara tidak akan menguntungkan mereka, atau bahkan bisa merugikan dari perspektif jangka panjangnya. Kalau bank Himbara masih mengandalkan posisinya sebagai bank pemerintah saja, tidak melakukan inovasi meningkatkan layanan digital juga, memperbaiki efisiensi, mereka bisa kalah bersaing nantinya," ujar Piter.
Sementara itu anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, jika alasan kenaikan biaya transaksi tersebut untuk mendukung transaksi nontunai, hal ini hanya akan berdampak ke masyarakat menengah ke atas. Menurutnya regulasi ini hanya akan menambah beban untuk masyarakat bawah.
Hendrawan Supratikno (Foto: harianregional.com)
Hendrawan mengatakan bahwa butuh waktu untuk masyarakat menengah ke bawah untuk mengadopsi sistem transaksi nontunai karena prioritas mereka adalah untuk memelihara atau memperkuat daya beli dahulu. Melihat pola masyarakat yang masih butuh waktu, kenaikan biaya bukanlah langkah yang tepat untuk sekarang ini.
Seperti diketahui, Bank Himbara atau Bank BUMN resmi mengumumkan perubahan biaya administrasi untuk cek saldo dan tarik tunai di ATM Himbara atau ATM Link yang efektif mulai 1 Juni 2021. Biaya administrasi yang tadinya Rp 0 atau gratis berubah menjadi dikenakan biaya Rp 2.500 untuk cek saldo dan 5.000 untuk tarik tunai. Sementara itu transfer di ATM antarLink tetap dikenakan biaya Rp 4000 per transaksi.
Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN menyatakan dalam keterangan resminya bahwa perubahan biaya ini adalah untuk mendukung kenyamanan nasabah bertransaksi. “Dalam rangka mendukung kenyamanan nasabah bertransaksi maka setiap transaksi cek saldo dan tarik tunai kartu BRI di ATM Bank Himbara atau ATM dengan tampilan ATM Link akan dikenakan biaya,” tulis BRI dalam situs resminya.