leader

Bangun 10 Sekolah Gratis, Nur Fadli Pahlawan Pendidikan Bagi Anak-Anak Pelosok Jember

Penulis Rahma K
Nov 18, 2021
Bangun 10 Sekolah Gratis, Nur Fadli Pahlawan Pendidikan Bagi Anak-Anak Pelosok Jember
ThePhrase.id – Nur Fadli adalah seorang guru yang berasal dari Jember, Jawa Timur. Jasanya pada bidang pendidikan di berbagai wilayah pelosok Jember tiada tara. Ia membangun 10 sekolah gratis dari paud hingga Madrasah Aliyah (MA) untuk anak-anak pelosok.

Fadli yang bukan datang dari keluarga berkecukupan memiliki keinginan dan cita-cita untuk memperbaiki pendidikan anak-anak di pelosok agar tidak mengalami hal yang ia rasakan saat dirinya kecil. Maka dari itu, ia mendirikan sekolah gratis.

“Alasan saya mendirikan sekolah ini berangkat dari pengalaman saya dulu. Kalau kita ngomong masalah tidak sekolah/putus sekolah itu hal yang tidak enak sekali. Kita di dunia butuh yang namanya pengetahuan. Jadi kalau kita sudah berpengatahuan, insya Allah kita jadi orang selamat,” ujar Fadli, dilansir dari CNN Indonesia.

Nur Fadli. (Foto: mediaindonesia.com)

Awal Mula Menjadi Guru


Pada tahun 2001, Fadli memulai kariernya sebagai guru. Bukan guru yang dibayar secara layak alias PNS, bukan juga guru honorer. Tetapi ia menyebutnya sebagai guru ilegal, karena sekolah tempatnya mengajar di pelosok desa tidak memiliki izin atau berarti belum terdaftar di pemerintah dan dinas pendidikan.

Bahkan, upahnya sebagai guru ilegal dapat dikatakan jauh dari kata cukup. “Kalau gaji guru yang untuk sekolah negeri yang pengalaman kami, dari Rp 100 ribu per bulan. Kalau yang di bawah yayasan tergantung jamnya. Tapi kalau guru perintis kaya kami, siapa yang mau bayar? Wong itu sekolah masih merintis, jadi di situ kami tidak ada yang namanya bayaran awalnya,” ujar Fadli pada acara TV Kick Andy.

Berawal dari menjadi guru ilegal, kemudian Fadli perlahan-lahan merintis dan membangun sekolah pada tahun 2004. Sekolah yang pertama kali ia bangun adalah SD di daerah Bintoro, Jember. Sekolah tersebut hanya merupakan gubuk berukuran 3x4 meter untuk mengajar anak-anak di kampung tersebut.

Keinginan untuk mendirikan sekolah, salah satunya adalah karena Fadli yang merupakan mantan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) ini pernah mendaki gunung Argopuro dan melihat anak-anak yang tidak sekolah.

Nur Fadli. (Foto: youtube/CNN Indonesia)


“Saya ini dulu seorang Mapala. Nah, kebetulan hobi saya mendaki gunung, tiba di gunung Argopuro, saya melihat anak-anak di sana banyak yang tidak sekolah. Akhirnya, selama beberapa waktu saya sempatkan diri untuk mengajar di sana, mengajar baca tulis. Ini saya lakukan sendirian,” ungkap Fadli, dilansir dari Media Indonesia.

Merintis Sekolah dan Pembiayaannya


Setelah sekolah pertamanya yang ia bangun pada tahun 2004, di tahun 2006 Fadli kembali membangun sekolah yang merupakan Madrasah Ibtidaiah Terpadu Ar-Rohman di Dusun Bangeran, Desa Sukorambi, Jember.

Kini, total sekolah yang Fadli bangun sendiri ada 5 sekolah, dan yang ia bangun bersama teman-temannya ada 5 sekolah. Totalnya ada 10 sekolah yang telah ia rintis dan bangun di pelosok yang kebanyakan di kaki gunung Argopuro.

Sekolah-sekolah tersebut adalah SD Bintoro 5 (di Bintoro), MTs Miftahul Ulum, MA Miftahul ulum (di Sodong), RA Arrojaul Hayat, MI Terpadu Ar Rohman, SMK Sunan Ampel (di Sukorambi), MTs Fathur Rohman (di Curahdami), MTs Asy Syukriyah (di Patrang), SMP Sunan Kalijaga (di Karangpring), dan SMP Syarif Hidayatullah (di Manggis).

Nur Fadli di sekolah rintisannya. (Foto: youtube/CNN Indonesia)


Di antara semua sekolah tersebut, Fadli tidak memungut biaya apapun. Bahkan, seragam dan buku juga diberikan secara gratis. Muridnya memang tidak sebanyak sekolah-sekolah pada umumnya, tetapi telah menampung banyak anak-anak dari pelosok.

Dalam mengajar, Fadli juga mengutamakan kebahagiaan di atas hal lain. Karena menurutnya, dengan anak-anak tersebut merasa bahagia, maka akan dengan senang hati menimba ilmu dan masuk sekolah.

“Masa kecil itu masa-masanya senang. Pelajaran itu akan masuk menurut saya pribadi apabila kita dasarnya bahagia. Jadi pendidikan di sekolah kami tidak mengajarkan langsung ke pelajaran, tetapi dibahagiakan dulu. Diajak main ke sungai, gunung, sehingga mereka bahagia, bahagia amsuk ke sekolah, bahagia juga menerima pelajaran,” papar Fadli.

Pembiayaan dan operasional sekolah berasal dari kantongnya sendiri serta teman-teman yang turut serta merintisnya, dan juga bantuan dari asosiasi notaris. Tak hanya itu, Fadli juga memberdayakan warga sekitar untuk beternak kambing agar dapat menutup keperluan gaji guru, perawatan gedung, dan operasional sekolah lainnya.

Dengan memberdayakan warga, bukan hanya menguntungkan untuk sekolah rintisannya tetapi juga meningkatkan perekonomian warga desa. Pasalnya, Fadli menerapkan sistem bagi hasil ke para warga peternak yang beberapa di antaranya juga merupakan wali murid.

Nur Fadli. (Foto: youtube/CNN Indonesia)

Tantangan yang Dihadapi dan Manfaat bagi Masyarakat


Bukan lebih dominan masalah pembiayaan, tantangan utama yang dihadapi Fadli ketika pertama kali merintis sekolah justru kepercayaan. Banyak wali murid atau orang tua yang tidak percaya kepada Fadli. Wajar saja, banyak masyarakat desa belum memberikan perhatian terhadap pendidikan, sehingga tidak menomor satukan pendidikan.

Bahkan, banyak orang tua yang dari pekerjaannya, tingkat kriminalnya tinggi. Fadli tak ingin hal tersebut terjadi ke anak-anak yang masih membutuhkan pengajaran itu. Ia ingin memutus rantai tersebut dari putra-putri mereka agar tidak melakukan hal negatif yang dilakukan orang tua mereka.

Lama kelamaan, masyarakat mulai melihat hal positif dari yang dilakukan Fadli. Murid di berbagai sekolah yang dirintis Fadli pun makin banyak. Penerima manfaat dari apa yang Fadli lakukan makin banyak juga.

Hingga tahun 2020, sudah ada 90 murid setara SMA yang menerima manfaat dari sekolah yang dirintis Fadli. Sekolah tersebut telah melakukan kelulusan 3 kali. Total murid yang menerima manfaat secara keseluruhan mencapai 200 murid.

Nur Fadli pada acara Kick Andy. (Foto: facebook/Metro TV)


Bahkan, Fadli juga membiayai 7 orang anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi yang ia ambil dari koceknya sendiri. Tetapi pada akhirnya mahasiswa-mahasiswa tersebut mendapat beasiswa, bahkan ada mahasiswa yang telah lulus dan menjadi pengajar di salah satu sekolah Fadli.

Dulunya Hidup Susah


Fadli melakukan semua ini bukan karena ia berduit. Ia hanya merupakan anak dari orang tuanya yang dua-duanya merupakan buruh tani.

Fadli berhasil lulus kuliah di Universitas Islam Jember pada tahun 2005 dan mendapatkan gelar sarjana hukum. Bahkan ia juga memiliki gelar sarjana pendidikan olahraga dari Universitas PGRI Banyuwangi pada tahun 2010.

Biaya untuk sekolahnya ia cari sendiri. Tak kenal malu, ia berjualan asongan seperti rokok, kacang, minuman di lapak kecil. Ia juga menjajakan dagangan asongannya di konser-konser musik. Bahkan, ia pernah menjadi pemulung selama 2 tahun untuk menambah biaya kuliah.

Nur Fadli. (Foto: youtube/CNN Indonesia)


Semua dosen dan teman-temannya tahu, tetapi ia tak malu.

“Gak ada malu pada waktu itu karena kami punya keinginan supaya orang, masyarakat tidak sama dengan kami nantinya. Terutama warga-warga di sekitar kami, sehingga kami bermanfaat suatu saat,” ujar Fadli.

Sejak masih kuliah hingga saat ini, Fadli ingin generasi selanjutnya bisa menjalani hidup yang lebih baik. Dengan mendirikan sekolah, secara tidak langsung ia juga menciptakan lapangan pekerjaan sebagai guru untuk warga.

“Kami punya cita-cita supaya nanti generasi selanjutnya, orang yang sudah kami rekrut menjadi sarjana-sarjana baru, otomatis mereka itu tidak usah mencari lapangan pekerjaan baru, tetapi kami sudah menyiapkan yaitu jadi tenaga pengajar di sekolah-sekolah kami itu,” tandasnya. [rk]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic