ThePhrase.id – Indonesia tak kehabisan anak muda yang peduli akan lingkungan dan sesama. Banyak dari pemuda yang mengimplementasikan kepedulian tersebut dengan mendirikan sebuah organisasi nirlaba yang bergerak nyata dan memberikan dampak yang bermanfaat.
Salah satu pemuda tersebut adalah Moh. Tofan Saputra, pendiri dari organisasi nirlaba bernama Rumah Bahari Gemilang atau yang lebih akrab disebut Rubalang. Organisasi ini bergerak dalam bidang konservasi laut dan ketahanan iklim melalui kepemimpinan anak muda.
Cita-citanya adalah menjadikan laut sebagai masa depan bagi semua, yakni bagi ikan, manusia, dan kehidupan itu sendiri. Karena bagi Tofan, laut bukanlah sekadar hamparan air biru, tetapi merupakan sumber kehidupan bagi manusia.
Inisiatif untuk mendirikan organisasi ini berawal dari kegelisahannya atas ancaman yang dihadapi laut. Saat masih duduk di bangku perkuliahan bidang perikanan, Tofan menyadari bahwa laut bukanlah sebatas ruang geografis, melainkan sumber kehidupan. Sebesar 70 persen oksigen bumi pun berasal dari laut.
Namun, seiring berkembangnya zaman dan juga semakin bumi berusia, laut menghadapi ancaman yang kian nyata di depan mata, yakni eksploitasi, pencemaran, dan juga perubahan iklim. Di sisi lain, masyarakat pesisir masih juga hidup dalam kemiskinan.
Berangkat dari kegelisahan ini, pada tahun 2014 saat ia mengenyam pendidikan semester 6 di Universitas Tadulako Palu, ia menginisiasi organisasi ini. Awalnya, Rubalang menjadi wadah rumah belajar anak-anak pesisir, tetapi Tofan mampu membawa organisasi ini kian berkembang hingga menjadi organisasi yang aktif dalam isu lingkungan, terkhusus laut dan iklim.
Bahkan, pada tahun 2022, Rubalang telah resmi berbadan hukum sebagai yayasan yang berkomitmen menjaga laut lewat pendekatan partisipatif, kerelawanan, dan amplifikasi.
Program dan kegiatannya beragam. Pertama, Rubalang memiliki Sekolah Pemuda Penggerak (SAMUDERA) yang menjadi wadah pelatihan lingkungan dan kepemimpinan bagi pemuda dengan tinggal langsung bersama masyarakat pesisir.
Selain itu, ada program Main ke Laut yang merupakan Ecovoluntrip, jalan-jalan sembari menjaga laut dengan ragam tema seperti penyu, mangrove, hingga masyarakat suku Bajo. Ada juga Pendidikan Maritim dan Konservasi lewat modul belajar, workshop bagi guru dan pelajar, sail to school, dan rumah belajar pesisir.
Rubalang juga memberdayakan masyarakat pesisir lewat wirausaha lestari dan pengembangan pariwisata berkelanjutan di pesisir dan pulau kecil. Lewat konten yang kreatif, aksi bersih pantai, penanaman mangrove, dan diskusi film lingkungan, Rubalang juga melakukan kampanye jaga laut dan iklim.
Hasilnya, Rubalang telah menjangkau lebih dari 10.000 anak pesisir dan pulau kecil dalam program literasi lingkungan, melahirkan 225 alumni Sekolah Pemuda Penggerak yang aktif di 16 desa (6 kabupaten), menciptakan modul pendidikan maritim yang diimplementasikan di Pulau Pangalasiang, menanam lebih dari 15 ribu mangrove, mencapai lebih dari 50 kemitraan multipihak, melibatkan lebih dari 50 sekolah, membentuk 4 kelembagaan masyarakat secara partisipatif, hingga mendampingi 3 desa pesisir secara intensif.
Meski menghadapi berbagai tantangan seperti minimnya pengetahuan di awal perintisan, keterbatasan dana, dan kesulitan mengelola relawan, Tofan menjadikan proses membesarkan Rubalang sebagai ruang untuk belajar, tumbuh, dan beradaptasi.
Menurut Topan, persoalan lingkungan yang hadir hari ini berasal dari konsumerisme. Maka dari itu, ia mengimbau untuk bijak dalam berkonsumsi dan berbelanja demi alam dan lingkungan.
"Persoalan lingkungan hari ini akar masalahnya adalah konsumerisme. Setiap baju yang kita pakai, makanan yang kita santap, dan perangkat elektronik yang kita gunakan, semuanya bersumber dari alam. Maka, mari bijak dalam berkonsumsi dan berbelanja. Karena alam tetap baik-baik saja tanpa manusia, namun manusia tidak bisa hidup tanpa alam," tuturnya. [rk]