ThePhrase.id – Dari timur Indonesia, kisah Desy Karunia Oktoviana Sentuf bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, khususnya para anak muda bangsa yang menjadi generasi penerus Indonesia.
Wanita yang lebih akrab dengan nama Desy Sentuf ini adalah seorang aktivis dan juga pionir pemberdayaan anak muda di Papua. Ia mengimplementasikan aksinya melalui komunitas yang dibangunnya pada tahun 2019 silam yang bernama Awal Tantangan Aksi Produktif (ATAP) Papua.
Latar belakang Desy mendirikan komunitas ini adalah karena ia melihat kesenjangan dan ketimpangan sosial yang nyata di daerah tempat tinggalnya di Sorong, Papua Barat. Hatinya pun tergerak untuk melakukan sesuatu.
Dilansir dari laman amnesty.id, Desy menceritakan bahwa jumlah Orang Asli Papua (OAP) menjadi minoritas di tanahnya sendiri. Bukan hanya itu, OAP juga mengalami berbagai situasi kesulitan ekonomi, akses pada pendidikan dan layanan kesehatan, kemiskinan, dan berbagai permasalahan lainnya yang dinilai belum ditanggapi secara efektif oleh pemerintah.
Keresahan tentang masalah pendidikan hingga kesejahteraan ini kemudian mengantarkan dirinya untuk membangun sebuah komunitas organisasi yang berfokus untuk memberdayakan anak muda Papua agar tumbuh besar dengan berbagai bekal yang baik.
Tekadnya untuk menjadi agen perubahan juga dibekali dengan ilmu yang dimilikinya sebagai seorang anak muda yang meneruskan pendidikan hingga ke jenjang S1. Pasalnya, tak mudah baginya untuk mencapai titik ini.
Berasal dari keluarga sederhana dan bahkan pas-pasan, saat setelah lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah, ia terpentok oleh biaya pendidikan yang tinggi. Ini sempat membuatnya putus asa, karena sepanjang masa sekolahnya, ia adalah murid yang rajin dan berprestasi. Sehingga, keinginan untuk melanjutkan pendidikan begitu tinggi.
Tak sedikit juga pihak yang menghambatnya untuk tidak melanjutkan pendidikan karena kuliah dikatakan hanya akan membebani orang tua yang kala itu tinggal ibunya seorang. Untungnya, ibunda Desy justru mendukung anaknya untuk berkuliah. Ia bahkan rela untuk tidur dan banting tulang di pasar demi membiayai sang anak berkuliah.
Wanita kelahiran 1998 itu pun akhirnya melanjutkan kuliah di Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Selain berkuliah, ia juga aktif mengikuti berbagai program di luar kampus untuk dapat menggapai mimpinya untuk bisa mengunjungi berbagai negara.
Tak hanya sekadar impian belaka, ia mewujudkannya dengan mengikuti program internasional untuk mahasiswa seperti Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) hingga The Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP).
Pada tahun 2020, Desy juga berhasil menjadi mahasiswa berprestasi se-Indonesia Timur dan menjadi juara satu, sehingga ia berkesempatan untuk mendapatkan beasiswa sejak semester empat hingga lulus kuliah.
Kesempatan demi kesempatan yang ia dapatkan tak dibuang sia-sia. Ketika melihat kesenjangan di lapangan, ia langsung tergerak untuk bertindak.
ATAP Papua yang berdiri pada 20 Februari 2019 di salah satu rumah belajar Skuntabar merupakan ruang bagi Desy dan teman-teman lainnya untuk mendukung pemuda dan mama-mama, serta masyarakat di wilayah sekitarnya.
Komunitas ini menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar seperti literasi, numerasi, bahasa Inggris, seni budaya, seni tari, hingga pertunjukan busana. Kegiatan pembelajaran ini ditujukan bagi anak muda yang terpaksa putus sekolah karena berbagai alasan seperti kemiskinan struktural, atau paksaan keadaan.
Desy juga membuat ATAP Papua sebagai rumah yang aman bagi anak muda Papua yang ingin mengembangkan kemampuan dirinya. Komunitas ini juga menggelar pelatihan manajemen konflik, hingga membuka mata para generasi muda untuk melihat hukum dan HAM secara lebih luas.
Selain itu, ATAP Papua juga mewadahi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mama-mama di Sorong dan sekitarnya seperti Sanggar Karef Hamit milik pengrajin anak panah Aifat Timur dengan menggelar pelatihan ukir panah. ATAP juga mendorong sanggar pengrajin lokal yang vakum, mendanai kegiatan UMKM dan kelompok tani Yahet.
Dengan berbagai kegiatan yang digelar ATAP Papua, kini komunitas ini telah memiliki 20 relawan yang aktif bekerja untuk membina 132 anak di tiga rumah belajar seperti rumah belajar Skuntabar, Magisa, dan St.Monika di Kabupaten Sorong. [rk]