ThePhrase.id – Coki Tobing, sang dermawan sahabat difabel. Ia merupakan pendiri dan pemilik usaha Delivering Dreams (DARE) yang memproduksi alat prostetik dan ortotik untuk sahabat difabel dan orang yang membutuhkan alat eksternal untuk menunjang anggota tubuhnya.
Alat prostetik itu sendiri merupakan alat untuk mengganti anggota tubuh seperti tangan dan kaki yang hilang akibat diamputasi. Sedangkan alat ortotik adalah alat yang membantu anggota tubuh yang ada tetapi bermasalah atau mengalami penurunan kemampuan.
Coki Tobing. (Foto: instagram/cktbng)
Dalam berbisnis, Coki sangat dermawan pada sahabat difabel, terlebih lagi pada anak-anak. Karena kedermawanannya, ia selalu memberikan alat prostetik seperti kaki palsu gratis pada siapa saja yang membutuhkan.
Pasalnya, bisnisnya itu bukan sekadar mencari uang, tetapi juga membantu sahabat difabel terutama yang kurang mampu. Setiap tahunnya, Coki melalui DARE memberikan kaki palsu gratis untuk teman-teman kusta yang ada di Sitanala.
Tidak hanya itu, cara kerja DARE tersebut ada dua; difabel kurang mampu bisa datang ke tempat Dare untuk konsultasi dan kemudian dibikinkan alat prostetik atau ortotiknya. Sedangkan difabel yang mampu untuk membayar akan didatangi oleh tim DARE untuk dilakukan proses yang sama.
Coki Tobing. (Foto: instagram/cktbng)
Setiap difabel yang kurang mampu akan mendapat alat gratis tanpa harus menunjukkan surat miskin atau keterangan kurang mampu. Biaya untuk memberikan secara gratis tersebut adalah dari subsidi silang oleh difabel yang mampu.
DARE juga bekerja sama dengan beberapa rumah sakit di Jabodetabek yang akan mereferensi pasiennya untuk membuat alat prostetik ortotik di DARE. Kerja sama ini menjadi bagian pemasukan lainnya dari segi bisnis.
Selain itu, untuk menunjang bisnisnya, Coki juga mendirikan usaha kopi pada lantai bawah klinik DARE yang diberi nama ‘Kopi Demi Anak’. Anak yang dimaksud di sini adalah anak-anak difabel yang dibantu untuk dibuatkan alat. Pekerjanya juga teman-teman difabel itu sendiri yang pernah dibantu oleh DARE.
Kopi Demi Anak. (Foto: instagram/dare.id)
Dari segi sosial, bukan hanya menerima difabel kurang mampu yang mendatangi DARE, tetapi DARE juga bekerja sama dengan beberapa yayasan dan paguyuban untuk menyaring orang-orang yang kurang mampu dan membutuhkan alat untuk dibantu oleh DARE.
Dengan kedermawanannya, pertanyaan seperti bagaimana Coki bisa terjun ke dunia prostetik-ortotik dan apa yang memotivasinya untuk membantu kawan-kawan difabel pun muncul.
Dilansir dari wawancaranya dengan Berita Satu, Coki mengatakan bahwa ia adalah seorang lulusan teknik mesin yang bekerja pada sebuah perusahaan kontraktor. Saat bekerja di situ ia merasa ingin mencoba pekerjaan lain dan mencari lowongan di media. Kemudian ia menemukan lowongan beasiswa untuk prostetik-ortotik pada Jakarta School of Prosthetics & Orthotics yang dibiayai Nippon Foundation Jepang dan diadakan oleh Kementerian Kesehatan.
Coki Tobing (kiri). (Foto: instagram/cktbng)
Saat ia bersekolah di sana, Coki bertemu dengan banyak teman-teman difabel yang tidak mampu. Tidak sedikit dari mereka yang bercerita bahwa kaki palsu mahal, tinggal di pelosok sehingga harus datang jauh untuk mencari usaha prostetik. Hal tersebutlah yang menggerakkan hatinya untuk melakukan sesuatu untuk mereka, karena banyak di luar sana yang membutuhkan.
“Itu yang membuat saya akhirnya berfikir bahwa ini dikasih begini, bukan gratis, bukan kebetulan, ada makna dibalik pemberian beasiswa ini sendiri. Ini gak bisa berdiam diri setelah ini. Bahwa saya memang harus melakukan sesuatu, banyak di luaran sana yang membutuhkan,” ujarnya.
Pada acara hitam putih, Coki juga mengatakan bahwa ia menjalani usaha ini sebagai balas budi atas beasiswa yang diterimanya. Ia mengatakan bahwa sejak bersekolah prosetik-ortotik, hidupnya menjadi lebih bermakna. Sehingga keinginannya untuk berbagi pada orang yang membutuhkan lebih besar.
Coki Tobing. (Foto: instagram/cktbng)
Kini Coki telah mempekerjakan 9 orang dalam pembuatan alat prostetik-ortotik tersebut. Coki juga ingin memperluas usahanya ke kota lain yakni Surabaya. Selain itu, dari segi produk itu sendiri, ia mengatakan ingin mencoba menggarap salah satu mimpinya yakni kursi roda dengan teknologi yang cukup tinggi untuk membantu teman-teman difabel. Hal ini dikarenakan infrastruktur di Indonesia belum terlalu ramah pada difabel.
Coki juga banyak mendapatkan pengalaman menyentuh dalam membantu teman-teman difabel karena tiap individu memiliki cerita tersendiri. Salah satu pengalaman yang tak terlupakan adalah ia pernah membantu seseorang yang kehilangan kaki karena kecelakaan. Coki memberikan kaki palsu dan ternyata kemudian ia mengetahui bahwa orang tersebut menjadi atlet paralimpik yang bertanding di kancah internasional.
“Ada banyak sekali teman-teman difabel yang mampu, Cuma karena memang tidak ada kesempatan, tidak ada akses, jadi mereka begitu-begitu aja. Tetapi ketika diberi kesempatan, mereka bisa menjadi membanggakan,” tutupnya. [rk]