ThePhrase.id – Eko Supriyanto atau lebih dikenal dengan Eko Pece adalah seorang penari, koreografer, dan dosen yang namanya sudah tak lagi asing pada dunia seni tari. Ia telah Go Internasional seperti menjadi penari latar Madonna dan menciptakan berbagai tarian terkenal.
Lahir di Astambul, Kalimantan Selatan, Eko besar di Magelang, Jawa Tengah. Di Jawa, ia sejak usia 7 tahun telah belajar silat dan tarian Jawa. Ia diajarkan oleh kakeknya, seorang penari wayang yang juga menurunkan bakat seni padanya.
"Dulu kakek saya guru silat. Sabtu latihan silat dan Minggu latihan menari Jawa. Kemudian saat SMA saya bolak-balik Magelang Jogja menggunakan motor untuk belajar silat di BIMA hingga akhirnya gerakan silat tak bisa lepas dari koreo tari yang saya buat sampai saat ini," ujar Eko, dilansir dari krjogja.
Eko ‘Pece’ Supriyanto. (Foto: Instagram/ekopece)
Beranjak remaja, di bangku SMP Eko mulai belajar seni tari rakyat Kuda Lumping dan Kubro Siswo. Ia kemudian semakin menekuni seni tari ketika masuk Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta pada tahun 1990.
Eko makin mendalami tari Jawa yang diajarkan oleh S. Maridi dan S. Ngaliman, hingga tari-tarian daerah lain dari Soenarno dan S. Pamardi di dalam kampus. Di luar kampus, ia juga belajar dengan guru-guru lain, yakni Suprapto Suryodarmo dan Sardono W. Kusumo.
Bukan hanya belajar tari, Eko juga telah aktif menciptakan koreografi sejak duduk di bangku kuliah. Ia pernah tampil pada Indonesian Dance Festival (IDF) dengan menarikan Lah (1994) dan Leleh (1996). IDF ini kemudian mengantarkannya pada American Dance Festival (ADF) di tahun 1997 dan Asia Pacific Performance Exchange di tahun yang sama.
Eko ‘Pece’ Supriyanto. (Foto: Instagram/ekopece)
Setelah menjajal Negara Paman Sam, Eko melanjutkan studi magisternya di University of California, Los Angeles (UCLA), California, Amerika Serikat (AS). Jika sebelumnya ia banyak menekuni tari tradisional, di AS ia lebih mendalami teknik dari tari modern.
Selain fokus berkuliah, di AS Eko lagi-lagi aktif terlibat dalam APPEX di tahun 1999 dan 2001. Ia juga bertemu dengan berbagai orang hebat, salah satunya adalah sutradara opera Peter Sellars yang melibatkan Eko sebagai penari dan koreografer dari Le Grand Macabre (1998) yang dipentaskan di Catelet Theatre di Paris dan London.
Bahkan, di tahun terakhirnya di UCLA, ia juga mendapat kesempatan menjadi salah satu penari latar penyanyi pop Amerika Serikat, Madonna. Bukan hanya sekali, ia mengikuti tur Drowned World Tour (2001) di AS dan Eropa.
Eko ‘Pece’ Supriyanto. (Foto: Instagram/ekopece)
Usai mendapatkan gelar Master of Fine Arts dari UCLA di tahun 2001, Eko kembali ke Indonesia. Di Tanah Air, Eko makin aktif, terlibat sebagai penari Opera Diponegoro (2002), Shakti (2002), tampil di Pasar Tari Kontemporer di Riau, hingga tampil di Asian Contemporary Dance Festival di Osaka, Jepang.
Di tahun 2003, Eko mendirikan Solo Dance Studio di Surakarta. Ia juga mengajar koreografi di almamaternya, STSI dan menggarap Dhaup untuk kampus tersebut. Pendidikan Eko juga tak berhenti di S2, ia lulus ujian promosi gelar doktoral dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dengan menampilkan pertunjukan tarian berjudul SALT. Ia lulus dengan predikat summa cum laude.
Tak hanya itu, bahkan sebelumnya di tahun 2015, pria kelahiran tahun 1970 ini juga telah meraih gelar doktor pada bidang Kajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dengan begitu, ia menyandang titel dobel doktor.
Beberapa karya yang diciptakan oleh Eko adalah Balabala (2016), Cry Jailolo (2013), Bedhaya Kertas (2008), Opera Jawa Iron Bed (2007), Opera Jawa (2006), Opera Ronggeng (2005), dan masih banyak lagi. Ia juga merupakan koreografer penampilan tari pada Miss World (2013) dan Asian Games 2018. [rk]