leader

Galih Sulistyaningra, Peraih Beasiswa S2 LPDP Lulusan University College London yang Dedikasikan Diri sebagai Guru SD

Penulis Rahma K
Nov 11, 2024
Galih Sulistyaningra. (Foto: mediakeuangan.kemenkeu.go.id)
Galih Sulistyaningra. (Foto: mediakeuangan.kemenkeu.go.id)

ThePhrase.id – Galih Sulistyaningra merupakan pendidik yang berkontribusi pada perkembangan pendidikan anak-anak Indonesia sebagai guru sekolah dasar. Awalnya ia enggan terjun ke dunia pendidikan meskipun dibesarkan di tengah keluarga pendidik.

Kisah Galih Sulistyaningra sebagai seorang pendidik dibagikan oleh LPDP dan Kementerian Keuangan. Ia dikenal memiliki metode pengajaran inovatif dan kreatif, serta berupaya meningkatkan kesadaran tentang isu-isu sosial dan pendidikan di Indonesia. Ia juga komitmen terhadap topik-topik seperti pendidikan inklusif, sejarah kritis, hingga kesejahteraan guru

Sebagian orang mungkin berpikir bahwa menjadi guru sekolah dasar cukuplah bergelar S-1 dan memiliki kemampuan mengajar. Saat anggapan ini tak salah, Galih memilih untuk meningkatkan ilmu dan kemampuannya dalam mengajar dengan menimba ilmu lebih tinggi ke jenjang S-2.

Ia merupakan lulusan sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dari Universitas Negeri Jakarta yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S-2 ke luar negeri dengan mengambil Education Planning, Economics and International Development di University College London (UCL) pada tahun 2018 melalui beasiswa LPDP.

Galih Sulistyaningra  Peraih Beasiswa S2 LPDP Lulusan University College London yang Dedikasikan Diri sebagai Guru SD
Galih Sulistyaningra. (Foto: Instagram/galihtyanr)

UCL sendiri adalah salah satu kampus top dunia di Inggris. Berdasarkan QS World University Ranking 2023, UCL berada di urutan nomor sembilan dari kampus terbaik dunia. Kebetulan pula Galih menjadi perempuan asal Indonesia pertama di jurusan yang dipilihnya.

Salah satu alasan yang mendorong Galih untuk menimba ilmu lebih tinggi lagi adalah pengalamannya menjadi pengajar di lembaga pendidikan yang menekuni bidang STEM ketika ia telah lulus S-1. Di sana, ia mengajar anak-anak dengan latar ekonomi kelas menengah atas yang mahir bahasa Inggris dan menggunakan kurikulum berstandar Amerika Serikat.

Pengalaman ini membuka matanya akan ketimpangan kualitas pendidikan anak-anak lain yang tidak bisa mendapatkan akses yang setara. Maka dari itu, ia berkomitmen untuk mendalami perencanaan dan kebijakan terkait pendidikan yang menurutnya dapat bermuara tidak hanya pada perkembangan anak didik, tetapi juga laju pertumbuhan ekonomi negara. Keinginannya untuk mengambil studi S-2 pun mekar di sini.

Meskipun hanya satu tahun menjalani pendidikan di negara yang dijuluki The Three Lions tersebut, Galih belajar banyak dan matanya terbuka akan pendikan dunia Barat dan metodenya yang adiluhung. Hal ini kemudian membuatnya menemukan perspektif baru tentang dunia pendidikan.

"Sebenarnya tidak adil untuk kita membandingkan setiap negara. Tapi kalau saya boleh cerita apa sih yang kemudian membuat pendidikan di Inggris misalnya itu lebih maju dari pendidikan kita di Indonesia," ungkap Galih yang ia jawab dengan literasi.

Galih Sulistyaningra  Peraih Beasiswa S2 LPDP Lulusan University College London yang Dedikasikan Diri sebagai Guru SD
Galih Sulistyaningra. (Foto: lpdp.kemenkeu.go.id)

Menurutnya, membaca buku adalah kegiatan yang telah menjadi budaya masyarakat Inggris. Selain karena telah menjadi budaya yang dipelihara turun menurun di setiap rumah, akses terhadap buku juga mudah ditemukan di ruang publik mendukung tingkat literasi yang tinggi.

"Karena mereka sudah terbiasa baca buku, mereka sudah terbiasa melihat kalau kita baca buku kan baik itu fiksi atau non-fiksi, kita membaca kalimat, kita juga terpapar dengan banyak vocabularies gitu ya, kosa kata, dan kita terpapar juga dengan berbagai sudut pandang," ujar Galih.

Kekayaan informasi dan wawasan dari membaca buku ini membantu anak-anak berpendidikan di sana untuk mudah berargumen di muka umum. Inilah yang sebenarnya cocok dengan kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia menurut Galih.

Di Merdeka Belajar terdapat Profil Pelajar Pancasila yang salah satunya terdapat dimensi bernalar kritis. Artinya, karakter nalar kritis ini diharapkan ada di anak-anak Indonesia.

PR-nya adalah bagaimana menghasilkan karakter bernalar kritis pada anak didiknya apabila dari pendidiknya belum berada di level yang setara. Hal-hal seperti ini pula yang sebenarnya tidak bisa didapatkan hanya dengan mengajar. Perlu kemauan mandiri untuk untuk terus mengembangkan diri dan membaca buku.

Pergulatan Galih dalam memikirkan pedagogi di Indonesia dilampiaskan pula dengan membentuk komunitas bernama Bekal Pendidik yang targetnya adalah para calon guru atau guru-guru muda sejawat.

Komunitas ini didirikan di masa pandemi ketika perjumpaan secara daring lebih sering dilakukan. Secara daring tersebut, sejumlah praktisi pendidikan diundang oleh Galih untuk berdiskusi bersama.

Bekal Pendidik juga berkembang sebagai platform mentorship beasiswa khusus untuk rekan-rekan dari jurusan S-1 Pendidikan yang ingin melanjutkan ke S-2 Pendidikan juga.

Dengan begitu, Bekal Pendidik kini dikatakan sebagai wadah kawan sejawat untuk mengaktualisasi diri, mengulik isu-isu pendidikan terkini, dan lebih-lebih hingga bisa didengar oleh para pemangku kebijakan.

Selain mendirikan Bekal Pendidik, Galih juga tercatat berkontribusi pada penyusunan modul pendidikan dasar. Modul yang ditulis adalah peningkatan pengajaran literasi numerasi untuk Program Organisasi Penggerak Kemendikbudristek, menjadi penyusun Capaian Pembelajaran Bahasa Inggris, dan beberapa program lainnya lagi. [rk]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic