ThePhrase.id – Pada umumnya, orang bertani di lahan yang subur supaya hasil pertaniannya melimpah. Gestianus Sino justru kebalikannya, ia malah bertani di lahan tandus yang berisi batuan karang. Pemuda ini berhasil memproduksi bahan pangan organik berkualitas dari lahan tersebut.
Gesti, sapaan akrab Gestianus, adalah pemuda yang berasal dari Penfui Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Topografi tempat tinggalnya dipenuhi dengan batu karang 80 hingga 90 persennya. Terlebih lagi, curah hujan di sana relatif rendah, di mana hujan hanya turun selama dua bulan dalam satu tahun.
Maka dari itu, banyak orang yang mengatakan Gesti ‘gila’ ketika ia mulai mencungkili batu-batu karang tersebut. Terlebih lagi, ia mencungkil secara manual, tidak menggunakan alat atau mesin. Batu di lahan seluas 1.000 meter persegi ia cungkili selama dua tahun lamanya.
Gestianus Sino. (Foto: Instagram/kickandyshow)
GS Organik
Setelah dirasa cukup, ia memulai bertani. Usahanya ia beri nama GS Organik, yang berasal dari singkatan namanya. Tanaman pertama yang ia tanam adalah pepaya dan kangkung. Tetapi, pada awal bertani, Gesti harus membeli air karena air cukup sulit untuk didapatkan.
Jadi, ia membeli tangki dan setiap 3 hari membeli air seharga Rp 60 ribu. Hal ini membuat biaya produksi menjadi tinggi, dan sulit untuk dijadikan bisnis.
Tidak menyerah, Gesti mengumpulkan uang dan akhirnya dapat membuat sumur dengan melakukan pengeboran tanah sedalam 92 meter. Dari sumber air tersebut, Gesti kemudian mendapatkan air yang berlimpah bahkan tidak surut meski kemarau.
Dari situ, ia mengembangkan bisnisnya untuk berekspansi agar dapat mempergunakan sumber air tersebut dengan baik. Akhirnya Gesti melakukan usaha ternak ikan. Kini GS Organik telah dapat menanam budi daya hortikultura sebanyak 20 jenis tanaman dan juga terdapat integrasi dengan ikan, kambing, dan ayam.
Tak hanya itu, GS Organik juga membuat kompos, sehingga tercipta sistem pertanian terintegrasi di satu lahan. Lahannya pun telah meluas, yang tadinya dari 1.000 meter persegi, sekarang telah menjadi 12.000 meter persegi.
Berjualan Melalui Internet
Pada awalnya, Gesti memasarkan produknya ke hotel-hotel, super market, dan restoran secara manual. Semenjak pandemi, mobilitas masyarakat menjadi terbatas. Gesti mengambil kesempatan tersebut untuk merambahkan usahanya di dunia maya. Ia membuka penjualan secara online melalui situs web bernama gsorganik.id.
Beberapa hasil pertanian GS Organik. (Foto: Instagram/gsorganikkupang)
Tidak disangka, usahanya menjadi kian berkembang setelah berjualan di media sosial. Omzetnya makin meningkat dan pasarnya semakin luas. Usahanya pun menyesuaikan dengan berkembangnya zaman, yakni dapat melakukan pembayaran transfer bank dan dompet-dompet digital melalui QRIS. Barang pun akan diantar dalam satu hari, karena terdapat dua kali pengiriman yaitu pagi dan sore.
Penggunaan internet seperti website, berjualan secara online, teknik pengambilan foto produk untuk dipajang dan teknis-teknis lain dalam berjualan secara daring ia dapatkan melalui pelatihan. Pada tahun 2020 ia mengikuti pelatihan dari Bakti Kementerian Kominfo.
Menggunakan Teknologi
Dalam bertani, Gesti tidak melakukannya secara konvensional layaknya petani kebanyakan. Sebagai insan muda, ia menggunakan teknologi yang ada untuk memaksimalkan usahanya. Ia ingin menunjukkan kepada masyarakat sekitar bahwa dalam bertani jangan hanya secara konvensional menggunakan linggis dan pacul.
Harus ada inovasi agar dapat bersaing. Teknologi yang ia gunakan adalah seperti irigasi tetes dan sprinkle yang dapat mengurangi tenaga kerja. Sehingga, tenaga kerjanya dapat dialihkan untuk pekerjaan lain.
Pepaya hasil pertanian Gestianus. (Foto: Instagram/gestisino)
“Saya mau tunjukkan bahwa kalau mau jadi petani itu harus petani yang total. Jadi sebelum saya mengajarkan kepada teman-teman muda, bahwa bertani itu untuk hidup, minimal saya harus memberikan contoh,” ujar Gesti pada acara Kick Andy.
Mengadakan Pelatihan
Selain bertani, Gesti juga mendirikan pelatihan yang ia beri nama Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S). Di situ, ia membagikan ilmu tentang pertanian bagi para mahasiswa dan siswa SMK yang datang.
Biasanya, banyak mahasiswa yang melakukan PKL (Praktik Kerja Lapangan) pada lahan pertanian miliknya. Menurut Gesti, apabila dari kampus mengutus 40 – 50 mahasiswa untuk datang dan 10 di antaranya memiliki niat untuk bertani, itu dapat menjadi motor penggerak di daerah masing-masing.
Pekerjaan sebagai petani atau di bidang pertanian tidak banyak dilirik oleh pemuda zaman sekarang. Kebanyakan anak muda yang telah lulus kuliah ingin bekerja kantoran. Tapi Gesti bertanya-tanya, ‘Kalau semua tidak punya niat untuk jadi petani, lalu siapa yang urus pertanian di NTT?’.
Pelatihan di lahan pertanian Gestianus. (Foto: Instagram/gestisino)
Latar Belakang Ingin Menjadi Petani
Gesti merupakan lulusan fakultas pertanian dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, NTT. Setelah lulus, kedua orang tuanya menginginkan Gesti untuk menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Tetapi, Gesti menginginkan hal yang berbeda. Ia yang sempat bekerja di bidang pertanian setelah lulus kuliah itu kemudian mengumpulkan modal untuk membeli lahan dan menjadi petani. Alasan utamanya adalah karena petani menyangkut hajat orang banyak.
“Yang pertama di pikiran saya, petani itu kan menyangkut hajat hidup orang banyak. Jadi, tidak ada satu manusia di muka bumi ini yang tidak makan. Kalau yang makan, berarti sumbernya dari pertanian,” ujar Gesti.
Selain itu, menurut Gesti jika bekerja di kantoran yang membutuhkan keahlian pada hal baru, maka harus belajar lagi. Bukan tidak mau belajar lagi, tetapi ia lebih ingin memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama kuliah.
Gestianus Sino. (Foto: Instagram/gestisino)
“Menurut saya, hidup di Republik Indonesia tidak perlu mesti kita jadi pejabat. Jadi petani pun, kalau kita lakukan dengan sungguh-sungguh, di mana kita berada, kita bisa menghidupkan untuk orang di sekitar kita,” tuturnya.
Kala itu juga, UMR (Upah Minimum Regional) Provinsi NTT sekitar Rp 1,6 juta. Dengan penghasilan tersebut, ia merasa kurang karena harus membayar kontrakan dan kebutuhan sehari-hari.
“Kalau saya kerja di perusahaan dengan UMR seperti itu, berarti saya harus bayar kontrakan dan makanan untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak mencukupi. Kalau saya punya usaha hortikultura, integrasi dengan ternak, artinya secara pendapatan walaupun cuma Rp 50 ribu sehari, tapi untuk kebutuhan keluarga saya cukup. Makan yang sehat tinggal ambil, untuk kebutuhan keluarga itu yang dasarnya pertama,” ungkap Gesti.
Menjadi Duta Petani Milenial
Gestianus Sino. (Foto: Instagram/gestisino)
Pada tahun 2020, Gesti terpilih menjadi Duta Petani Milenial Kementerian Pertanian untuk koodinator Provinsi NTT. Sebelumnya, ia juga pernah terpilih sebagai Duta Petani Muda Indonesia pada tahun 2018.
Ke depannya, Gesti berencana mengembangkan GS organik lebih luas lagi. Ia ingin setiap kabupaten di daerah Timor memiliki stockist GS organik. Sehingga, daerah-daerah yang belum terjangkau sebelumnya bisa mendapatkan produknya juga.
Sebagai milenial yang tak takut memulai hal baru, Gesti berpesan kepada para insan muda, agar jangan takut menjadi petani.
“Jangan takut jadi petani, petani itu keren. Petani itu kalau digabungkan dengan teknologi luar biasa. Anak muda harus inovasi, dan harus manfaatkan lahan kosong, harus isi produk-produk pertanian. Pertanian itu kebutuhan primer, kebutuhan pangan. Petani itu aset bangsa. Petani itu melindungi lingkungan hidup di mana kita berada. Jangan malu jadi petani,” tandasnya. [rk]