ThePhrase.id – Generasi muda adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa di masa depan. Pendidikan serta pengalaman yang baik merupakan bekal yang harus dimiliki generasi muda. Salah satu anak muda berprestasi yang membanggakan adalah Grandprix Thomryes Marth Kadja. Ia menyelesaikan studi S3-nya pada tahun 2017 di usia 24 tahun dengan predikat cum laude dan menjadi doktor termuda se-Indonesia pada saat itu. Meski kini rekor tersebut telah disaingi oleh anak muda lainnya.
Pria yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ini meraih gelar doktor pada Institut Teknologi Bandung (ITB) program studi Kimia. Disertasi yang digarap untuk menamatkan S3-nya adalah mengenai zeolit sintesis, mekanisme, dan meningkatan hierarki zeolit ZSM-5. Secara garis besar, penelitiannya berfokus pada material yang banyak digunakan di industri seperti petrokimia dan pengolahan biomassa.
Grandprix Thomryes Marth Kadja pada sidang terbuka program doktornya. (Foto: itb.ac.id)
Dilansir dari mediaindonesia, Grandprix menjelaskan bahwa zeolit banyak digunakan di industri petrokimia dan berfungsi untuk mengkonversi seperti minyak mentah menjadi bahan bakar gasolin. Zeolit di industri pada umumnya disintesis pada suhu tinggi di atas 100 derajat celsius pada waktu yang lama, pada penelitiannya dapat membuat material yang sama dan bahkan yang performanya lebih baik dengan suhu yang lebih rendah, sehingga dapat menghemat konsumsi energi dan memangkas biaya.
Pada laman ITB juga diterangkan bahwa zeolit berguna untuk perengkahan minyak bumi menjadi bahan bakar bensin dengan oktan tinggi. Teknologi tersebut juga dapat dikembangkan untuk memproduksi biogasolin dari minyak sawit mentah. Hasil dari penelitian Grandprix tersebut sangat berpotensial untuk dihilirisasi sehingga tercipta katalis nasional yang dapat meningkatkan nilai keekonomian. Dengan demikian, lebih jauh lagi, dapat meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Grandprix (4 dari kiri) pada sidang terbuka program doktornya. (Foto: itb.ac.id)
Penelitiannya tersebut dilakukan di bawah bimbingan Dr. Rino Mukti, Dr. Veinardi Suendo, Prof. Ismunandar, dan Dr. I Nyoman Marsih sebagai promotornya. Pria asal Kupang, Nusa Tenggara Timur tersebut menjalani studi S2 dan S3-nya melalui beasiswa yang diberikan pemerintah yakni PMDSU (Program Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul) melalui Kemenristekdikti.
Sebelumnya, Grandprix mengenyam pendidikan S1 di Universitas Indonesia pada jurusan Kimia. Pada bangku S1 tersebut Grandprix memperoleh Medali perak pada Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (ON MIPA) bidang Kimia dan Juara Nasional Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pertamina pada kategori Science Project.
Saat menjuarai kompetisi Science Project tersebut, pria kelahiran 31 Maret 1993 itu mengajukan pemanfaatan material anorganik berpori nano (zeolit) sebagai material katalis untuk mengkonversi limbah plastik menjadi bahan bakar. Dari situ lah rasa keingintahuan Grandprix terhadap ilmu katalis muncul, hingga ia menekuni sintesis zeolit.
Grandprix. (Foto: itb.ac.id)
Selain menjuarai kejuaraan-kejuaraan sains pada saat menempuh pendidikan sarjana, ternyata Grandprix juga pernah menjuarai olimpiade kimia SMA se-Provinsi NTT sebagai juara 1. Grandprix kala itu mengikuti program akselerasi, sehingga ia menamatkan SMA hanya dalam kurun waktu 2 tahun.
Granprix juga rajain menulis artikel ilmiah. Selama menempuh pendidikan S2 dan S3, Granprix telah menghasilkan 9 artikel ilmiah, di mana 1 artikel dipublikasi pada jurnal nasional, dan 8 lainnya dipublikasi pada jurnal internasional. Delapan yang dipublikasikan pada jurnal internasional tersebut, 7 di antaranya terindeks Scopus, 4 di antaranya dipublikasikan di jurnal bereputasi sangat baik (Q1). Hingga saat ini, Grandprix terus menghasilkan banyak artikel ilmiah yang terdaftar pada Google Scholar dan disitasi lebih dari 300 kali.
Terkait prestasinya tersebut, pada laman ITB Grandprix mengatakan bahwa ia berharap akademisi Indonesia dapat ikut terdorong untuk memajukan dunia penelitian yang dimotori oleh orang-orang muda Indonesia. “Jangan minder karena masih muda. Justru (yang muda) harus menjadi contoh bagi orang lain,” tandasnya. [rk]