ThePhrase.id – Selamat Hari Pendidikan Nasional! Untuk memperingati Hari Pendidikan ini, kenalan yuk dengan sosok inspiratif bernama Talitha Amalia. Talitha adalah Co-Founder dari sebuah organisasi filantropi dan sosial yang bergerak di bidang teknologi pendidikan bernama Solve Education.
Solve Education berfokus pada pendidikan praktis seperti Bahasa Inggris, matematika dasar, literasi keuangan hingga pendidikan yang bersifat real oriented atau hospitality. Fokus ini bertujuan untuk memberdayakan anak muda.
Dilansir dari laman Media Keuangan Kementerian Keuangan, Talitha mengungkapkan bahwa program flagshipnya adalah bahasa Inggris karena skill ini serbaguna sebagai bahasa pengetahuan dunia.
"Jadi misinya itu karena bahasa Inggris ini diterima dengan baik ya kami membayangkan gimana kalau 100 juta orang Indonesia lancar dan fasih berbahasa Inggris. Kayaknya kita bisa keren banget ini. Kami pengennya mereka enggak usah khawatir lagi dengan biaya kursus bahasa Inggris yang mahal. Kami akan bisa sediakan dengan gratis," tuturnya.
Pembelajaran di Solve Education berfokus pada website application mobile friendly bernama edbot.ai yang menggunakan teknologi generative AI untuk konten dan pengalaman pembelajarannya. Selain itu, Solve Education juga memiliki media sosial seperti Instagram dan YouTube yang menyediakan pembelajaran gratis di dalamnya.
Aplikasi yang dibuat di Indonesia ini telah digunakan di beberapa negara. "Aplikasi ini dibuat Indonesia, tapi juga dipakai di Malaysia, di Bangladesh, dan Nigeria. Teknologi yang dikembangkan oleh anak-anak bangsa. Jadi luar biasa banggalah dengan pencapaian yang sudah kami raih ini," bebernya.
Berkontribusi di dunia pendidikan hingga dapat membangun aplikasi seperti saat ini, Talitha memiliki latar belakang dan motivasi tersendiri yang mendorongnya untuk melakukan hal ini.
Diketahui, Talitha adalah sarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) jurusan Bahasa Inggris yang melanjutkan pendidikannya ke University College London (UCL) pada jurusan Master of Arts in Education and International Development dengan beasiswa LPDP.
Bisa merampungkan pendidikan hingga meraih gelar Master bukanlah hal yang mudah bagi Talitha. Ia berasal dari keluarga sederhana di sebuah desa di Sukabumi, Jawa Barat. Ayahnya sudah lama tak bekerja dan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa.
Saat duduk di kelas 2 SMP, ia harus kehilangan ibunya. Ayahnya yang tengah bekerja sebagai satpam di salah satu pabrik garmen di Sukabumi saat itu mengaku tak mampu membiayai tiga anak sekaligus. Namun, Talitha sebagai sulung dari tiga bersaudara menolak untuk berhenti sekolah.
"Saya di situ tidak terima karena mungkin sudah terekspos dengan bacaan juga. Bacaan fiksi, buku di perpustakaan. Jadi (saya) melihat dunia lebih luas daripada kampung halaman. Saya nggak mau kalau nggak sekolah karena melihatnya saya kayaknya bisa deh keluar dari kampung, ke kota, bahkan ke luar negeri. Itu sudah punya bayangan dari kecil," tuturnya.
Dengan tekad yang kuat untuk terus belajar, Talitha mencari bantuan dari kerabat, saudara, hingga tetangga. Untungnya, ada salah satu kerabat yang bersedia membantunya dari membiayai SPP, memberikan uang jajan, hingga kebutuhan lainnya.
Untuk membalas budi, Talitha sempat mengatakan bahwa suatu hari ketika ia telah mampu menghasilkan uang sendiri, ia akan membalas apa yang telah diberikan padanya. Tetapi, jawaban dari sang kerabat tersebut membuatnya tertegun dan bahkan menjadi motivasi baru di hidupnya.
"Beliau bilang enggak usah, kami memang membantu. Kalau kamu punya rezeki, bawa adik-adikmu untuk sekolah. Kalau punya rezeki tambahan lagi, bantu anak-anak yang lain," kenang Talitha. Sederhana, tetapi membekas dan membuatnya terinspirasi untuk memberikan kebermanfaatan bagi orang lain.
Setelah lulus SMA, ia harus memutar otak untuk tidak bergantung pada orang lain agar dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dengan modal nekat dan uang Rp50.000 pada tahun 2006, ia memberanikan diri untuk pergi ke Bandung. Kala itu, menurutnya ia harus pergi ke kota besar terlebih dahulu.
Usaha dan keinginan tinggi mengantarkannya pada seorang teman ayahnya yang bekerja sebagai guru SMK di Bandung. Teman sang ayah tersebut memberikan tumpangan sementara dan menjadikan Talitha sebagai anak angkatnya.
Setelah mendapatkan pekerjaan, ia pindah tempat tinggal ke kos sederhana dan mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk berkuliah. Berbagai pekerjaan ia lakukan termasuk bekerja di radio hingga akhirnya ia mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di UPI.
Lulus S1 pada tahun 2012 tak membuatnya puas. Ia ingin mendalami ilmu lebih dalam dan hasrat tersebut mengantarkannya ke Amerika Serikat. Ia mendapatkan beasiswa non-gelar di The University of Hawai’i at Manoa dan berkesempatan menjadi asisten profesor untuk mengajar bahasa dan budaya Indonesia.
Di sana, sang profesor merekomendasikan Talitha untuk melanjutkan pendidikan S2. Setelah berpikir matang, Talitha memilih untuk bertolak ke Inggris dan berkuliah di UCL dengan beasiswa LPDP yang didapatkannya.
Seperti yang dirasakan oleh anak bangsa lainnya yang berkuliah di luar negeri, Talitha sempat merasa bimbang akan masa depannya setelah lulus. Apakah ia harus menerima berbagai tawaran pekerjaan di luar negeri atau pulang ke Indonesia?
Namun, godaan tersebut tak cukup kuat untuk menggoyahkan keinginannya untuk berkontribusi bagi Indonesia. Ia memilih untuk kembali ke tanah air dan memanfaatkan ilmu yang telah ditimbanya untuk membangun negeri dalam bidang pendidikan, yang mana ia wujudkan melalui Solve Education. [rk]