ThePhrase.id - Dalam menyusun skripsi atau disertasi, diperlukan berbagai sumber dan rujukan sebagai penunjang penelitian. Tetapi, ketika sumber tersebut terbatas dan sulit didapat atau malah tidak ada, maka bukan hal yang mustahil jika dosen meminta mempertimbangkan topik penelitian lain.
Hal tersebut sempat dirasakan oleh Jhon Fawer Siahaan ketika ia masih duduk di bangku kuliah. Kala itu ia yang merupakan mahasiswa jurusan sejarah pada Universitas Negeri Medan ingin melakukan penelitian bertema lokal Sumatera, lebih spesifik tentang Batak.
Sayangnya, dosennya sempat meminta Jhon untuk mempertimbangkan tema lain karena terbatasnya sumber literatur akan topik yang ia pilih, yaitu 'Sejarah Opera Batak'. Kendati demikian, Jhon tidak menyerah dan mencari buku-buku terkait topiknya di perpustakaan daerah, perpustakaan kampus, hingga toko buku bekas.
Tetapi, apa yang dikatakan sang dosen memang benar. Selama berbulan-bulan Jhon mencari sumber baik secara langsung atau daring sulit didapat. Setelah berjuang keras, akhirnya ia dapat menemukan buku sumber sehingga penelitiannya dapat dilanjutkan.
Kesulitan yang ia rasakan tersebut menggerakkan Jhon untuk mengumpulkan buku-buku lokal, secara spesifik terkait Sumatera dan Batak. Koleksinya makin bertambah dengan giatnya ia mencari buku baik di toko buku bekas, hingga di media sosial.
Hingga pada akhirnya, Jhon mendirikan kafe sederhana yang berisi koleksi buku-bukunya dan juga berjualan kopi untuk menunjang pembiayaan perpustakaan tersebut pada tahun 2017. Kafe tersebut ia beri nama Literacy Coffee yang belokasi di Jalan Jati II No. 1, Kelurahan Teladan Timur, Kecamatan Medan, Kota Medan, Sumatera Utara.
"Pengarsipan saya mulai ketika saya coba mengerjakan skripsi tema lokal. Saya berangkat dari kampus ke kampus, bahkan perpustakaan umum, sangat sulit saya menemukan buku-buku yang banyak tema-tema lokalnya. Sehingga saya terpikir bahwa perlunya ada sebuah ruang atau tempat yang concern terhadap buku-buku dengan tema lokal," ujar Jhon, dilansir dari wawancaranya dengan Tribun Medan.
Ia tidak menyebut Literacy Coffee sebagai taman bacaan, tetapi sebagai pusat arsip buku-buku terkait Sumatera dan Batak. Sehingga, jika ada mahasiswa atau orang yang ingin melakukan riset dan membutuhkan sumber rujukan dapat mengunjungi Literacy Coffee.
Selain menjadi pusat arsip, Literacy Coffee juga ditujukan sebagai tempat di mana berbagai aktivitas dapat dilakukan. Sebagai contoh adalah diskusi tematik, pagelaran seni, diskusi film, diskusi buku, hingga pameran.
"Aku selalu berpikir bagaimana mengumpulkan buku lokal di Sumatera Utara, sehingga orang butuh referensi ada tempatnya. Sebab saat diperiksa ke perpustakaan kota Medan dan lainnya sangat minim untuk arsip soal lokal. Contohnya kalau ada orang mau riset lokal. Ini menjadi tempatnya, hal itulah yang menjadi motivasi saya. Makanya banyak yang difasilitasi di sini adalah orang yang ngerjain skripsi, tesis, dan lainnya," ungkap Jhon.
Kini, Jhon memiliki lebih dari 3.000 buku, sekitar 500 di antaranya adalah buku lokal terkait Sumatera dan Batak, dan sebagian di antaranya merupakan buku langka.
Dari koleksi buku tersebut, sudah lebih dari 300 mahasiswa yang terbantu dalam menyelesaikan skripsi hingga disertasi mereka. Dengan begitu, Jhon telah berhasil membantu mahasiswa yang tadinya memiliki nasib sama sepertinya dulu saat masih berkuliah, yaitu kesulitan mencari sumber literasi, dapat terbantu sehingga bisa merampungkan penelitian dan skripsinya.
"Tujuannya sebenarnya menggerakkan budaya literasi, budaya diskusi yang hari ini mungkin sudah sangat jarang kita temui. Konsepnya rumah, kekeluargaan, dan juga berdiskusi banyak hal. Banyak hal tentang Sumatera khususnya,” tandas Jhon, dilansir dari Kompas. [rk]