leader

Kisah Herry S. Utomo, Raih Gelar Profesor Tetap di AS hingga Ciptakan Beras Tinggi Protein Pertama di Dunia

Penulis Rahma K
Aug 13, 2025
Prof. Herry S. Utomo. (Foto: prasetya.ub.ac.id)
Prof. Herry S. Utomo. (Foto: prasetya.ub.ac.id)

ThePhrase.id – Meraih posisi profesor tetap di universitas negeri Amerika Serikat bukanlah perkara mudah, apalagi bagi warga negara asing. Namun Prof. Ir. Herry S. Utomo, MS, PhD, membuktikan bahwa lulusan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) mampu bersaing di panggung akademik dunia.

Setelah menamatkan sarjana di UB, Herry melanjutkan magister di University of Kentucky dan meraih doktor di Louisiana State University (LSU) dengan beasiswa penuh. LSU juga menjadi tempatnya menapaki perjalanan karier yang panjang.

Dari pascadoktoral, asisten profesor, profesor madya, hingga pada 2017 resmi menjadi profesor penuh atau tenured professor di LSU. Penghargaan bergengsi F. Avalon Daggett Endowed Professor turut disematkan kepadanya sebagai pengakuan atas kontribusi riset dan pengaruh sosialnya.

"Saya tidak pernah membayangkan bisa meraih gelar profesor tetap di universitas negeri Amerika. Semua itu saya capai melalui proses panjang, bukan hanya soal kecerdasan, tapi ketekunan, karakter, dan komitmen untuk terus berkembang. Jabatan ini adalah bentuk tanggung jawab, bukan semata-mata prestise," ungkapnya, dikutip dari laman resmi UB.

Salah satu karya monumental Herry adalah penciptaan Cahokia Rice, varietas padi tinggi protein pertama di dunia. Bersama timnya, ia mengembangkan varietas ini melalui mutasi alami (non-GMO), menghasilkan beras dengan indeks glikemik rendah dan kadar protein 50 persen lebih tinggi dari varietas biasa. Varietas ini telah dipatenkan dan dipasarkan secara komersial di AS.

"Cahokia Rice bukan hanya inovasi sains, tapi juga misi kemanusiaan. Kami ingin menciptakan solusi pangan yang sehat, alami, dan dapat membantu mengatasi masalah kekurangan gizi global, terutama protein," tuturnya.

Beras ini juga memiliki keunggulan secara agronomis, yakni umurnya pendek, tahan penyakit, berbulir panjang, dan mampu dipanen hingga 7.560 kg/ha. Potensinya setara menghasilkan 150 kg protein murni per hektar, yang mana jika ditanam luas di Indonesia, dapat menambah asupan protein nasional hingga satu juta ton per tahun.

Kisah Herry S  Utomo  Raih Gelar Profesor Tetap di AS hingga Ciptakan Beras Tinggi Protein Pertama di Dunia
Prof. Herry S. Utomo. (Foto: prasetya.ub.ac.id)

"Silakan makan nasi, ini aman. Tanaman ini bukan GMO, tapi alami yang kita ciptakan di Louisiana. Karakter ini tidak ada secara alami, jadi kita harus menciptakannya melalui proses mutasi," ujar Herry.

Ia berharap kehadiran Cahokia Rice dapat menjadi model bagi pengembangan varietas fungsional lainnya di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Ia juga membuka peluang kerja sama riset dengan institusi dalam negeri untuk mengadaptasi teknologi ini di lahan-lahan lokal.

Kini, posisinya tak lagi mewajibkan Herry mengajar. Namun, Herry tetap aktif memberi kuliah secara daring, menjalin kerja sama riset lintas negara, hingga menginisiasi program sosial di wilayah tertinggal, termasuk Papua. 

Tak hanya itu, ia juga aktif sebagai seorang diaspora yang terus berhubungan dengan Indonesia. Hal ini ia buktikan dengan aktif dan bahkan menjadi Presiden Indonesian Diaspora Network United (IDN-U), organisasi yang menaungi diaspora Indonesia di seluruh dunia, di mana ia membangun jejaring diaspora untuk berkontribusi nyata pada tanah air.

Bagi Herry, patriotisme diaspora adalah kekuatan besar. "Mereka mungkin tinggal jauh dari tanah air, tapi kecintaan dan komitmen mereka untuk berkontribusi tidak pernah padam," ungkapnya.

Kepada generasi muda, ia berpesan untuk berani bermimpi besar dan keluar dari zona nyaman. Baginya, sukses itu bukan hanya untuk orang yang punya keistimewaan, tetapi juga untuk siapa saja yang mau bekerja keras, terus belajar, dan tidak mudah menyerah.

Ia juga menekankan bahwa ilmu harus memberi manfaat luas. "Gunakan masa kuliah bukan hanya untuk dapat IPK bagus, tapi juga membangun karakter, jaringan, dan kontribusi. Ilmu akan lebih bermakna kalau bisa dirasakan orang lain," tutupnya. [rk]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic