ThePhrase.id – Setelah gelap terbitlah terang, begitu bunyi kalimat yang menjadi keyakinan banyak orang. Begitu juga dengan Adhara Pérez Sánchez, seorang bocah yang didiagnosis mengidap sindrom asperger atau spektrum autisme.
Hidup bocah yang berasal dari Meksiko itu awalnya jauh dari kata beruntung. Ia lahir dan tumbuh di lingkungan berpenghasilan rendah di Tláhauc, Meksiko dan kerap mendapatkan perlakuan intimidasi dan dikucilkan karena menyandang autisme.
Adhara diketahui oleh orang tuanya memiliki perbedaan dari anak-anak sebayanya ketika berusia tiga tahun. Ia didiagnosis menderita cacat perkembangan setelah kemampuan berbicaranya mengalami kemunduran yang signifikan.
Bukannya membantu, guru-guru di sekolahnya justru bersikap apatis melihat Adhara yang di-bully teman-teman sekelasnya. Ia sampai harus berpindah sekolah hingga tiga kali dan mulai menumbuhkan kepribadian yang tertutup.
Adhara bahkan mulai mengasingkan diri dan tidak mau bermain dengan teman-teman sekelasnya karena merasa dirinya aneh dan berbeda, serta merasa tertekan.
Di rumah, Adhara lebih banyak menghabiskan waktu sendiri. Sang ibu memerhatikan bahwa anaknya mampu menghafal tabel periodik secara lengkap hingga belajar aljabar sendiri. Namun, ia hanya berpikir Adhara dapat melakukan itu karena merasa bosan.
Sang ibu pun tak tinggal diam dan membawa Adhara ke tempat terapi dan bocah tersebut disarankan untuk masuk ke Center for Attention to Talent (CEDAT), sekolah untuk anak-anak spesial. Di sana, diketahui dan dikonfirmasi bahwa Adhara memiliki IQ yang mencengangkan, yakni 162.
Angka tersebut mengguncang bukan hanya Adhara, orang tuanya, dan sekolahnya, tetapi seluruh dunia. Pasalnya, IQ-nya melampaui IQ dua sosok jenius dunia, yakni Albert Einsteini dan Stephen Hawking yang ber-IQ 160.
Kejeniusan Adhara kemudian terbukti lebih lanjut dengan berhasil merampungkan SD di usia lima tahun dan lulus SMP dan SMA satu tahun kemudian. Saat ini, bocah berusia 11 tahun tersebut telah memiliki gelar sarjana dalam bidang teknik sistem dari Universitas CNCI.
Tak hanya itu, ia bahkan dikabarkan telah lulus dari studi magisternya atau S2 yang ia jalani di Technology University of Mexico, menekuni bidang matematika. Studinya yang ia jalani hingga jenjang tinggi bukan tanpa alasan.
Ia ingin menggapai cita-citanya untuk bekerja sebagai astronot di NASA. Untuk itu, ia berharap bisa melanjutkan pendidikan selanjutnya ke Universitas Arizona, di mana ia dapat mempelajari astrofisika.
Selain menjalani kuliah, kegiatan lain yang ditekuni Adhara adalah bekerja dengan badan Antariksa Meksiko untuk mempromosikan eksplorasi ruang angkasa dan matematika pada anak muda lainnya.
Ia juga tengah berjuang menyelesaikan tes-G-nya yang memungkinkan dirinya melakukan penerbangan melalui agen yang terkoneksi dengan NASA yang mendukung ilmuwan muda. Diperkirakan, ia akan lulus di usia 17 tahun dan diharapkan dapat menjadi pengidap autisme pertama yang terbang ke luar angkasa, dikutip dari Marie Claire Mexico. [rk]