ThePhrase.id – Forbes telah merilis daftar 'The World's 100 Most Powerful Women' tahun 2023 ini. Melanie Perkis (36) masuk ke dalam daftar tersebut dalam urutan ke-89 dan menjadi ketiga yang termuda setelah Taylor Swift dan Rihanna.
Melanie Perkins masuk dalam daftar ini pada kategori Business sebagai seorang CEO dan salah satu pendiri dari Canva, sebuah website yang menyediakan layanan desain grafis sederhana untuk semua orang.
Forbes mencatat bahwa Canva memiliki lebih dari 60 juta pengguna bulanan ke perangkat lunak premiumnya, dan Melanie memiliki 18 persen dari saham Canva. Forbes juga mencatat bahwa kekayaan wanita asal Australia ini mencapai 6,5 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp101,3 triliun.
Ia juga tercatat sebagai salah satu CEO wanita termuda yang memimpin startup teknologi senilai lebih dari satu miliar dolar. Diketahui, Canva memiliki nilai lebih dari 40 miliar dolar pada September 2021 oleh investor swasta.
Bagaimana Melanie dapat membuat sebuah website yang membuat desain grafis menjadi lebih mudah, digunakan oleh orang dari seluruh dunia, dan menjadi sukses? Simak profil dan lika-likunya mendirikan Canva!
Melanie Perkins lahir dan tumbuh di Perth, Australia dari orang tua yang berasal dari Australia dan Malaysia berdarah Filipina-Sri Lanka. Ia bersekolah di Sacred Heart College dan melanjutkan studinya di University of Western Australia.
Saat kuliah, ia mengambil jurusan komunikasi, psikologi, dan perdagangan. Melanie memang telah memiliki jiwa dagang sejak kecil. Meskipun bercita-cita menjadi seorang figure skater, saat usia 14 tahun Melanie telah berdagang, menjual syal buatan tangan di sektiar pasar Perth.
Selain itu, saat berkuliah, Melanie juga menyambi sebagai tutor privat untuk mahasiswa yang mempelajari desain grafis. Kala menjadi tutor, Melanie menyadari bahwa mahasiswa mengalami kesulitan menggunakan program desain yang kompleks seperti Adobe Photoshop.
Melihat hal ini, jiwa bisnis Melanie terbangun. Ia melihat sebuah peluang untuk membuat proses mendesain menjadi lebih mudah, yang kemudian ia kembangkan menjadi sebuah platform desain yang tak memerlukan kemampuan teknis.
Bermula dari ide, Melanie kemudian menekuni bisnis tersebut dengan keluar dari kuliah di usia 19 tahun. Bersama Cliff Obrecht (yang kemudian menjadi suaminya), Melanie terlebih dahulu mendirikan Fusion Books di tahun 2007.
Fusion Books adalah platform yang memungkinkan siswa mendesain buku tahunan dengan menggunakan alat-alat dan template desain sederhana. Ia kemudian mendapatkan klien untuk bisnisnya tersebut, dan mulai dikenal di Australia hingga berekspansi ke Selandia Baru dan Prancis.
Nahas, keduanya kehabisan dana untuk mengembangkan Fusion Books menjadi lebih besar dan kesulitan mencari bantuan dari pemodal-pemodalnya. Akhirnya, Melanie mengubah nama platform tersebut menjadi Canva Inc.
Namun, keduanya masih kesulitan mendapatkan dana dari investor. Tak sedikit juga yang skeptis dengan bisnis tersebut karena lokasinya. Tercatat, Melanie dan Cliff ditolak oleh lebih dari seratus investor di Perth.
Titik terang mulai terlihat ketika Melanie mengikutkan Canva pada kompetisi start-up, dan investor terkemuka Bill Tai menjadi salah satu jurinya dengan datang ke Perth di tahun 2011. Mereka tak mendapatkan dana, tetapi berkesempatan menjadi tamu di acara rutin pertemuan yang diselenggarakan oleh Bill Tai untuk para investor dan pendiri start-up.
Beberapa dari pertemuan tersebut diadakan di Silicon Valley, Amerika Serikat. Keduanya pun terbang ke negara paman sam di mana mereka bertemu dengan Lars Rasmussen, salah satu pendiri Google Maps.
Lars menunjukkan ketertarikannya dengan ide bisnis Melanie, tetapi meminta keduanya untuk menunda bisnis tersebut hingga menemukan tim dari sisi teknologi dengan kaliber yang dibutuhkan. Sembari menunggu, Lars menjadi penasihat teknologi untuk Canva.
Setelah beberapa waktu, Lars akhirnya memperkenalkan seorang mantan karyawan Google bernama Cameron Adams yang memiliki keahlian teknis yang relevan. Pada awalnya Cameron tak tertarik karena juga sedang membangun bisnisnya. Tetapi setelah kembali ditawarkan oleh Melanie, ia akhirnya bergabung.
Canva pun secara resmi diluncurkan pada tahun 2013 di Sydney, Australia. Pada tahun pertamanya, platform ini telah berhasil meraih lebih dari 600 ribu pengguna. Canva yang semakin berkembang dan memperbanyak fitur yang memudahkan membuat penggunanya semakin meningkat hingga saat ini.
Berkat keberhasilannya dan kegigihannya mendirikan Canva, perempuan kelahiran 13 Mei 1987 tersebut mendapatkan sederet pengakuan yang menjadi prestasinya.
Dari Forbes sendiri, Melanie telah masuk dalam daftar 30 Under 30 Asia 2016 pada kategori Enterprise Technology, 30 Under 30 Hall of Fame di tahun 2022, menempati peringkat ke-787 daftar miliarder dunia (World's Billionaires List) tahun 2023, dan The World's 100 Most Powerful Women 2023.
Selain itu, The Australian Financial Review (AFR) Rich List menyebut nama Melanie sebagai salah satu nama dalam daftar tahun 2020 dengan kekayaan bersih sekitar 3,43 miliar dolar Australia. Di tahun 2023, AFR menilai kekayaan bersih Melanie dan Cliff sebesar 13,18 miliar dolar Australia, membuat keduanya menjadi orang terkaya ke-9 di Australia.
Bahkan, sebagai seorang individu perempuan, Melanie masuk dalam daftar Australia's Richest Women in 2023. Ia menempati peringkat ke-3 dalam daftar AFR dengan kekayaan yang ditaksir mencapai 6,5 miliar dolar AS. [rk]