ThePhrase.id – Rahmad Maulizar adalah seorang mantan penderita bibir sumbing. Hidupnya menderita ketika masih mengalami keadaan tersebut. Belum lagi dicemooh oleh banyak orang karena keadaan yang bahkan ia tidak minta itu.
Mulai dari kecil hingga remaja, Rahmad kerap dibully akibat bibir sumbingnya. Ditertawakan, diledek, dipandang rendah, dan diejek dengan cara menirukan suaranya sudah menjadi makanan sehari-harinya saat ia masih duduk di bangku sekolah.
Bergaul merupakan hal yang sulit pagi Rahmad. Ketika ia mencoba berbicara, tak ada orang yang memahami apa yang ia bicarakan. Karena hal itu, ia menjadi seorang penyendiri yang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah untuk bermain dan belajar.
Rahmad Maulizar. (Foto: smiletrainindonesia.org)
Bibir sumbing itu sendiri merupakan kelainan bawaan yang mana terdapat celah pada bagian bibir atau langit-langit mulut. Kelainan ini terjadi ketika bayi masih di dalam perut ibu, dan terjadi karena selama perkembangan janin, bibir atau langit-langit tidak menyatu strukturnya. Hal tersebut disebabkan oleh genetik dan juga faktor lingkungan atau nutrisi selama dalam kandungan.
Berdasarkan data dari Smile Train Indonesia, beberapa ahli mengatakan bahwa kasus sumbing terjadi bergantung pada ras. Terdapat 1 dari 500 kelahiran ras Asia yang mengalami sumbing, sedangkan pada ras Kaukasid terdapat sumbing 1 dalam 700 kelahiran, dan terdapat 1 dari 1.200 kelahiran ras Afrika yang mengalami sumbing.
Di luar dari faktor ras, di Indonesia sendiri, dari 237,5 juta orang, diperkirakan terdapat lebih dari 9.700 kelahiran anak dengan bibir sumbing setiap tahunnya.
Beruntungnya, ketika Rahmad berusia 18 tahun, ia menemukan informasi mengenai operasi bibir sumbing gratis melalui koran yang diberikan oleh Smile Train Indonesia. Tanpa basa basi, Rahmad langsung berangkat dari daerah asalnya, yakni di Meulaboh ke Banda Aceh.
Setelah menjalani operasi sebanyak 5 kali, akhirnya Rahmad dapat tersenyum dengan sempurna. Tak hanya senyum yang akhirnya dapat dilakukan, ia juga dapat menjadi pribadi yang lebih positif. Ia lebih percaya diri, merasa memiliki masa depan, dan lebih peduli dengan sesama.
Smile Train yang membantu Rahmad adalah badan amal internasional untuk anak-anak. Lembaga ini memberikan operasi perbaikan sumbing 100 persen gratis, serta perawatan sumbing komprehensif kepada anak-anak di lebih dari 85 negara.
Di Indonesia sendiri, Smile Train telah ada selama 19 tahun dan telah melakukan operasi pada anak dengan bibir sumbing sebanyak 84.000 orang. Bukan lembaga main-main, Smile Train telah bekerja sama dengan lebih dari 115 rumah sakit mitra, dan memiliki lebih dari 140 ahli bedah mitra.
Smile Train juga mengcover biaya tambahan seperti penginapan keluarga ketika anak menjalani operasi, biaya kamar rumah sakit, dan biaya-biaya tambahan lainnya. Smile Train juga akan mengevaluasi perlu tidaknya diberi tambahan nutrisi, bicara, ortodontik, dan perawatan terapeutik setelah operasi.
Rahmad Maulizar. (Foto: smiletrainindonesia.org)
Karena merasa sangat terbantu, Rahmad kemudian ingin menebarkan senyum yang sama pada anak-anak penderita bibir sumbing sepertinya juga. Di tahun 2010, Rahmad menjadi pekerja sosial di Smile Train di Provinsi Aceh.
“Karena saya bisa tersenyum sekarang, saya ingin memberikan senyum saya kepada orang lain,” ungkap Rahmad.
Pekerjaannya tidaklah mudah karena kebanyakan penderita bibir sumbing berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ini artinya Rahmad harus menjangkau hingga ke pedalaman Aceh untuk menemukan para penderita bibir sumbing.
Tak hanya itu, ia juga harus berhadapan dengan keluarga yang berpikiran bahwa bibir sumbing adalah aib dan tak percaya pada pengobatan operasi. Banyak juga keluarga yang tak langsung mempercayainya, maka Rahmad bekerja lebih keras untuk meyakinkan mereka bahwa pengobatan ini akan meringankan beban anak dan diberikan secara cuma-cuma.
Rahmad Maulizar. (Foto: smiletrainindonesia.org)
“Tidak mudah meyakinkan orang tua pasien, dan terkadang saya mengunjungi keluarga pasien lima kali sebelum mereka setuju. Ini karena mereka takut. Mereka ingin melihat pasien yang sudah menjalani operasi, jadi terkadang saya tunjukkan fotonya. Saya memberi tahu orang tua bahwa bayi mereka sama dengan saya ketika saya mengalami bibir sumbing,” tutur Rahmad, dilansir dari laman Smile Train Indonesia.
Semuanya ia jalani tanpa mengeluh. Malah, Rahmad sangat bersemangat mencari anak-anak yang bisa ia bantu. Karena ia tahu beratnya menjadi penderita bibir sumbing. Bukan hanya reaksi sosial yang mereka harus terima, tetapi juga kesulitan dalam makan, berbicara, hingga bernapas yang menyiksa.
Pada tahun 2018 atau 8 tahun setelah ia bergabung dengan Smile Train sebagai pekerja sosial, ia telah membantu 2.000 anak di Serambi Mekah sehingga dapat tersenyum kembali dan mengubah hidup mereka. [rk]