leader

Kisah Yasper Michael Mambrasar, Peneliti Asal Papua yang Temukan Spesies Rhododendron Baru

Penulis Rahma K
Aug 25, 2025
Yasper Michael Mambrasar. (Foto: lpdp.kemenkeu.go.id)
Yasper Michael Mambrasar. (Foto: lpdp.kemenkeu.go.id)

ThePhrase.id – Di balik sebuah bunga merah yang mekar di perbukitan Tambrauw, Papua Barat Daya, ada kisah panjang seorang anak kampung yang menjadikannya sebagai pintu masuk menuju dunia ilmu pengetahuan internasional. 

Yasper Michael Mambrasar namanya. Ia adalah seorang peneliti muda yang kini dikenal sebagai sosok di balik penemuan spesies baru bunga Rhododendron. Ia menamainya Rhododendron mulyaniae, sebuah penghargaan sekaligus simbol perjuangan, dan nama itu kini tercatat resmi dalam jurnal ilmiah Nordic Journal of Botany.

Michael bukan terlahir dari keluarga peneliti. Ia tumbuh besar di Distrik Sausapor, Kabupaten Tambrauw, sebuah daerah yang dulu bahkan belum tersentuh listrik dan internet. Perjalanan menuju kota bisa memakan waktu hingga delapan jam naik perahu motor, sementara hutan lebat menjadi taman bermain masa kecilnya. 

Dari hutan itulah ia pertama kali jatuh cinta pada anggrek liar, bunga yang sering ia bawa pulang untuk ditanam di sekitar rumah. Ketertarikan sederhana itu yang menyalakan api kecintaan pada botani, walau saat itu ia belum tahu sejauh apa bunga akan menuntunnya.

Ia anak kedua dari lima bersaudara. Ayahnya seorang pegawai negeri dan ibunya seorang perawat, keduanya harus berjibaku agar anak-anak mereka bisa kuliah. “Tugas kalian adalah kuliah sampai selesai. Soal biaya, biar kami yang pikirkan,” pesan ayahnya yang tak segan berjualan ikan untuk menutup kekurangan. Pesan itulah yang melekat dan mendorong Michael berjuang menyelesaikan pendidikan.

Kisah Yasper Michael Mambrasar  Peneliti Asal Papua yang Temukan Spesies Rhododendron Baru
Yasper Michael Mambrasar. (Foto: holdenfg.org)

Cintanya pada anggrek membawanya berkuliah di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, dengan jurusan budidaya pertanian. Skripsinya meneliti anggrek di Raja Ampat, sebuah penelitian yang akhirnya mengantarkannya lulus pada 2009. 

Sempat bekerja di perusahaan benih, lalu pulang tanpa pekerjaan tetap, Michael akhirnya menemukan jalannya ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang kini menjadi BRIN. Meski awalnya ia berharap fokus pada pemuliaan tanaman, justru ia diarahkan ke bidang taksonomi, cabang ilmu yang asing baginya tetapi membukakan jalan baru untuknya. 

Bertahun-tahun bekerja sebagai peneliti, Michael memutuskan untuk melanjutkan studi master di University of Wisconsin-Madison lewat beasiswa LPDP. Di sana ia bertemu profesor Kenneth M. Cameron, pakar anggrek yang sejak lama bukunya ia jadikan pegangan. Perjumpaan itu bagai kepingan puzzle yang pas, seolah semua langkah kecil di masa lalu memang mengantarnya ke titik ini.

Penemuan Rhododendron mulyaniae bermula dari penelitian untuk tesis S2-nya. Pada awalnya, ia ingin meneliti spesies endemik Jawa yang hampir punah, tetapi kabar dari seorang teman tentang bunga Rhododendron di Bukit Botak, Tambrauw membelokkan rencananya.

Kisah Yasper Michael Mambrasar  Peneliti Asal Papua yang Temukan Spesies Rhododendron Baru
Yasper Michael Mambrasar. (Foto: holdenfg.org)

Mendapat izin masuk ke kawasan yang dikeramatkan marga Bofra butuh perjuangan panjang, tapi akhirnya ia tiba di perbukitan itu. Hamparan bunga menyambut, dan di antaranya ada satu pohon dengan bunga merah cerah menyerupai corong yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Instingnya berkata bahwa bunga tersebut bukanlah spesies biasa. Sebuah sampel yang dikeringkan pun ia bawa kembali ke Herbarium Bogor, dan benar, dunia sains kini mengenalnya sebagai spesies baru.

Nama “mulyaniae” dari Sri Mulyani yang ia sematkan sempat menuai perdebatan, karena Sri Mulyani adalah seorang politisi. Tapi bagi Michael, keputusan itu berangkat dari rasa terima kasih yang mendalam. 

LPDP, program yang didukung Sri Mulyani, membuka jalan baginya dan banyak anak Papua untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Kebijakan yang mengakui garis keturunan ibu dalam syarat beasiswa turut berarti baginya, mengingat budaya Biak dan banyak suku Papua yang menempatkan garis ibu sebagai hal utama.

Bagi Michael, nama itu bukan hanya penghargaan, tapi juga simbol. Ia ingin bunga ini menjadi alarm agar hutan adat Tambrauw tetap dijaga, agar “surga terakhir di Papua Barat” tidak musnah oleh pembangunan serampangan. [rk]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic