leader

Kisah Zeth Wonggor, dari Pemburu Jadi Pelindung Hutan Pegunungan Arfak

Penulis Rahma K
Jan 21, 2022
Kisah Zeth Wonggor, dari Pemburu Jadi Pelindung Hutan Pegunungan Arfak
ThePhrase.id - Zeth Wonggor adalah salah satu dari 10 penerima penghargaan lingkungan Kalpataru 2020. Ia menggagas konservasi keanekaragaman hayati termasuk satwa dan alam di sekitar Pegunungan Arfak, Papua Barat.

Penghargaan Kalpataru itu sendiri merupakan penghargaan tertinggi pada bidang lingkungan hidup di Indonesia. Diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada sosok individu atau kelompok yang berjasa dalam melestarikan lingkungan hidup.

Sedangkan Pegunungan Arfak merupakan pegunungan yang terletak di Provinsi Papua Barat. Pegunungan ini terkenal memiliki keanekaragaman hayati karena memiliki beberapa ekosistem. Ekosistem tersebut adalah hutan hujan dataran rendah, hutan hujan kaki gunung, dan hutan hujan dataran tinggi.

Zeth Wonggor. (Foto: Yayasan EcoNusa/Moch Fikri)


Salah satu spesies yang tinggal di pegunungan ini dan merupakan hewan yang langka adalah burung Cendrawasih. Burung ini bahkan memiliki julukan Bird of paradise atau burung surga. Hal ini dikarenakan warnanya yang cantik dan bulunya yang menjuntai panjang ke bawah.

Dari Pemburu Jadi Pemandu


Zeth Wonggor pada awalnya adalah seorang yang tinggal sendirian di hutan, ia bertahan hidup dengan berburu dan membangun rumah tradisional Suku Arfak yang bernama rumah kaki seribu. Ia tak memiliki tetangga maupun berinteraksi dengan dunia luar.

Dulunya, Zeth sempat bersekolah, tetapi memutuskan untuk tak melanjutkan pendidikannya dan tinggal di hutan ketika sang ayah meninggal dunia. Ia menjadi sangat memahami hutan beserta isinya, seperti hewan liar, termasuk Cendrawasih.

Sehari-hari, ia memakan binatang yang dapat ditemui, termasuk burung. Suatu ketika di tahun 1990-an, ada seorang pria berkulit putih yang menemuinya di kediamannya. Ia kaget, karena ia tak sering bertemu orang, terlebih lagi di dalam hutan.

Ternyata, warga di kota menyarankan bule bernama David Attenborough tersebut untuk menemui Zeth di hutan. Tujuan kedatangannya adalah untuk mendokumentasikan Cendrawasih, ia datang sebagai pengamat burung dari salah satu media ternama di dunia bersama beberapa kru lainnya.

Selama David berada di hutan, Zeth bingung bukan main. Mereka membawa kamera yang dikiranya senjata, tetapi tidak menembak burung maupun hewan lain. Ketika Zeth ingin membidik binatang sebagai bahan makanan, rombongan tersebut melarangnya.

Zeth Wonggor. (Foto: Instagram/zethwonggor)


David juga memberikan edukasi pada Zeth dan juga untuk penduduk lokal lainnya untuk tidak memburu satwa-satwa liar seperti burung Cendrawasih. Dari situ, Zeth belajar untuk tidak memburu satwa liar dan malah mendapatkan ide pekerjaan baru, yakni sebagai pemandu wisata.

Burung Cendrawasih merupakan salah satu burung yang bulunya kerap digunakan untuk pakaian dan adat suku Papua. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 burung ini juga diburu oleh bangsawan Eropa untuk bulunya dibuat menjadi topi.

Lama kelamaan, burung tersebut makin sedikit populasinya. Ditambah lagi perkembangbiakannya yang lambat. Sejumlah 28 dari 30 jenis burung Cendrawasih dapat ditemukan di Papua. Maka dari itu, burung ini harus dijaga dari kepunahan.

Atas jasanya, David memberikan beberapa uang untuk Zeth. Awalnya Zeth bingung harus diapakan uang tersebut dan ingin mengembalikannya. Sebab, tempat tinggalnya jauh dari pemukiman warga di mana ia dapat menggunakan uang tersebut. Tetapi, David menginginkan Zeth menyimpannya yang kemudian digunakan sebagai modal kehidupan baru Zeth menjaga hutan Papua Barat.

Tingkatkan Ekonomi Warga Lokal


Ia kemudian menjadi pemandu para tamu yang ingin melihat keindahan Pegunungan Arfak. Ia juga menjadi pemandu burung karena pengalamannya dengan burung selama bertahun-tahun.

Dengan tidak diburunya lagi satwa liar baik oleh Zeth maupun penduduk lokal sekitar, burung-burung cantik di Pegunungan Arfak kembali bernari di dekat pemukiman warga.

Semenjak itu juga banyak turis dan wisatawan yang berdatangan untuk melihat keanekaragaman hayati bak surga di sana. Dan, tak hanya Zeth yang merasakan dampak positif hari makin ramainya hutan tersebut.

Pegunungan Arfak. (Foto: Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo)


Warga sekitar juga terdampak dengan ikut sebagai pemandu jalan dan pembawa barang turis. Ekonomi makin meningkat karena warga mulai berjualan pangan seperti sayur, atau barang pendukung lain seperti kayu bakar sebagai pendukung kegiatan wisata.

Zeth pun membangun sebuah tempat pengamatan burung dan juga melindungi hutan di daerah Kampung Mokwan, Pegunungan Arfak seluas 8.800 hektar dari ancaman pemburu satwa dan penebang liar.

“Kami memiliki hutan dan kami mengerti. Tidak ada seorang pun dari pemerintah atau orang lain yang berbicara kepada saya, tetapi uang itu menyuruh kami untuk berhenti. Kalau tidak, semua yang ada di hutan akan hancur,” ungkap Zeth mengenai kisah hidupnya, dilansir dari goodnewsfromindonesia.

Kontribusi pada Keputusan Dunia untuk Menjaga Alam


Apa yang dilakukan Zeth sejalan dengan keputusan penting yang dihasilkan COP26 di Glasgow, Skotlandia pada November 2021 silam. Pada konferensi Tingkat Tinggi perubahan iklim tersebut berbagai negara berkomitmen untuk menghentikan deforestasi dan mulai menjaga serta melindungi hutan.

Selain itu, ia juga secara tidak langsung telah berkontribusi dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-15, yakni mengelola hutan secara berkelanjutan dan menghambat hilangnya keanekaragaman hayati. [rk]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic