ThePhrase.id – Marcellus Adi Riyanto adalah sosok yang berjasa dalam pengetahuan badak Sumatera di Indonesia. Ia merupakan seorang dokter hewan sekaligus konservasionis yang berfokus pada badak.
Namun, Indonesia harus kehilangan sosok peneliti, dokter hewan, dan konservasionis ini pada tahun 2020 lalu. Kendati demikian, Marcel meninggalkan temuan-temuan penelitian dan konsevasi badak Sumatera yang sangat bermanfaat. Informasi tentang badak Sumatera yang dapat diketahui saat ini merupakan salah satu jasa dari Marcel.
Kecintaannya pada badak dimulai saat ia berkuliah di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) pada Institut Pertanian Bogor (IPB). Jika banyak dari mahasiswa FKH tak banyak yang memilih topik riset satwa liar, Marcel justru tertarik dan meneliti badak.
Marcellus Adi Riyanto. (Foto: LinkedIn/ Marcellus Adi CT Riyanto)
Mulanya, ia melakukan penelitian di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta. Setelah lulus, ia langsung terjun ke lapangan dan bergabung dengan organisasi pertama yang didedikasikan untuk badak, yakni Yayasan Mitra Rhino. Yayasan ini merupakan yayasan konservasi badak pertama di Indonesia dan berfokus meneliti populasi, perilaku, faktor lain pada badak, terutama badak Jawa.
Kala itu, di awal tahun 1980, badak belum menjadi sebuah fokus penelitian yang dibuatkan pusat konservasinya sendiri. Padahal, penelitian badak Jawa telah dilakukan oleh WWF sejak tahun 1970-an di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.
Kemudian di tahun 1998-1999, Yayasan Mitra Rhino berekspansi dengan menggagas pembangunan Suaka Rhino Sumatera (SRS) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Tujuannya adalah untuk melakukan konservasi dan penelitian yang lebih berfokus pada badak Sumatera.
Marcel sebagai dokter hewan, konservasionis, dan peneliti badak dikirim ke dataran Sumatera untuk meneliti badak Sumatera. Dalam kurun waktu dua tahun, ia menjabat sebagai manajer SRS yang kemudian menjadi yayasan mandiri untuk meneliti lebih lanjut dan mengurus badak Sumatera.
Marcellus Adi Riyanto. (Foto: Dok. ALeRT dari Mongabay)
Pada tahun 2009, Marcel berinisiatif untuk mendirikan organisasi sendiri yang berfokus pada restorasi hutan di sekitar Way Kambas. Selain itu juga untuk mempelajari perilaku badak Sumatera dengan cara memasang kamera pengawas di sepanjang hutan.
Organisasi yang didirikan tersebut bernama Aliansi Lestari Rimba Terbaru (ALeRT). Hingga saat ini, meski telah ditinggal sang pendiri, ALeRT masih berdiri sebagai organisasi non profit atau lembaga swadaya masyarakat yang berdedikasi pada Taman Nasional Way Kambas.
Telah lama meneliti dan melakukan konservasi badak di Way Kambas, Kementerian Kehutanan dan WWF Indonesia meminta Marcel untuk bertolak ke Kutai Barat di Kalimantan Timur. Tujuannya adalah untuk menindaklanjuti temuan habitat badak Sumatera di pulau Kalimantan.
Hal ini dikarenakan banyak para ahli satwa liar yang mengatakan bahwa badak Sumatera yang berada di pulau Kalimantan telah punah dan tak dapat lagi ditemukan. Melalui kamera pengawas yang dipasang oleh Marcel, ditemukan penampakan seekor badak Sumatera di hutan Kalimantan.
Marcellus Adi Riyanto. (Foto: Dok. ALeRT dari Mongabay)
Temuan ini menjadi sebuah bukti bahwa masih ada populasi badak Sumatera di daratan Kalimantan, dan bahwa kedua pulau ini dulunya tergabung menjadi satu pulau. Pasca temuan tersebut, pada tahun 2016 Marcel juga diminta untuk merencanakan suaka atau tempat penangkaran badak Sumatera di Kalimantan.
Bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur, WWF Indonesia, perguruan tinggi dan pihak-pihak lainnya, berdirilah Kalimantan Rhino Sanctuary. Setelah kerja sama antara beberapa pihak usai, akhirnya ALeRT lah yang meneruskan dan mengambil alih pengelolaannya pada tahun 2019.
"Saya melihatnya sebagai orang yang memiliki tekad. Dia mendirikan ALeRT dari sekelompok orang lokal yang berkumpul di sebuah restoran, sampai menjadi sebuah organisasi yang diminta Indonesia untuk menjalankan proyek penangkaran badak," ujar Claire Oelrichs, pendiri dan presiden Lembaga Penyelamatan Spesies Langka Indonesia, mengenai Marcel, dilansir dari Mongabay.
Sebelum akhir hayatnya, Marcel juga diketahui merencanakan SRS baru di ujung Sumatera, yakni di Aceh Timur. Tujuannya tentu sama, untuk menyelamatkan dan mengkonservasi badak Sumatera. Terdapat juga gagasan untuk mengkorporasikan teknologi yang lebih canggih di dalamnya. [rk]