leader

Martinus Gea, dari Panti Kembali ke Panti untuk Berkontribusi

Penulis Rahma K
Sep 24, 2021
Martinus Gea, dari Panti Kembali ke Panti untuk Berkontribusi
ThePhrase.id – Martinus Gea adalah seseorang yang berasal dari panti asuhan. Sejak SD hingga tamat SMA, Martinus menghabiskan hari-harinya tinggal di panti asuhan bersama teman-teman panti lainnya. Keluar dari panti, ia tidak dapat melanjutkan kuliah karena berbagai keterbatasan. Munculah ide untuk merantau ke ibu kota demi memperbaiki nasib.

Martinus Gea. (Foto: facebook/Yayasan Prima Unggul)


Tidak semudah bayangannya, di Jakarta, kehidupan Martinus tidak berjalan mulus. Ia mengalami berbagai kesulitan hingga akhirnya bertemu dengan orang tua asuh yang berbaik hati membiayai kuliahnya hingga akhirnya ia dapat bekerja sebagai PNS setelah lulus.

Selama perjalanannya bekerja sebagai PNS, ia mengikuti forum komunikasi panti asuhan di mana ia sering berkeliling dari panti ke panti di Indonesia. Dari setiap kunjungannya, ia melihat kekurangan dalam pola pendidikannya. Hal ini dikarenakan kebutuhan-kebutuhan seperti makan dan tempat tinggal telah disediakan, sehingga anak panti dapat hidup dengan nyaman.

Sayangnya, ternyata anak panti menjadi tidak terbekali untuk menjalani hidup setelah keluar dari panti karena tidak ada pendidikan di luar pendidikan formal yang didapatkan. Itulah yang ia rasakan setelah keluar dari panti dan pertama kali merantau ke Jakarta. Karena hidup dengan nyaman di panti, saat menjalani hidup di luar panti ia merasakan sulitnya kehidupan.

Martinus Gea (tengah). (Foto: facebook/Martinus Gea)


Maka dari itu, ia berpikir panjang dan cukup lama. Ia ingin kembali ke panti dan menciptakan sesuatu yang baru bagi anak-anak panti tersebut. Keinginannya semakin besar ketika Martinus mengunjungi sebuah panti jompo di mana ia bertemu seorang nenek yang bercerita bahwa ia turun temurun tinggal di panti, dari anak hingga cucu.

Hal tersebutlah yang kemudian menggerakkan Martinus untuk mendirikan Yayasan Prima Unggul (YPU) pada tahun 2011. Martinus terguncang mendengar cerita nenek tersebut. Turun menurun tinggal di panti berarti terdapat lingkaran kemiskinan yang tidak putus. Paradigma tentang masyarakat terhadap anak panti yang dipandang sebelah mata, serta ketergantungan terhadap sumbangan dalam panti menjadi faktor yang tidak mendukung berkembangnya anak-anak panti.

Untuk itu, YPU ia bangun dengan tujuan menciptakan anak panti yang mandiri, baik sebagai wirausahawan maupun fungsi lain di masyarakat, agar saat keluar dari panti dapat mandiri. Di YPU, anak-anak diajarkan pengembangan pendidikan sekaligus usaha seperti usaha bidang katering, seni, dan pelatihan.

Beberapa kegiatan pada Yayasan Prima Unggul. (Foto: facebook/Yayasan Prima Unggul)


Sebagai contoh, pelatihan pembuatan gelas dari rumput laut. Dari bidang seni, anak-anak YPU diajarkan menari dan menyanyi dengan menggunakan lagu-lagu dan tarian daerah, sekaligus untuk melestarikan budaya Indonesia. Selain itu, diajarkan juga bidang seni teater dalam berbagai bidang seperti dalam menulis naskah, hingga mensosialisasikan dan memasarkan teater drama musikal saat ditampilkan secara komersial.

Martinus juga menerapkan ‘revolusi mental’ kepada anak-anak YPU. Revolusi mental itu sendiri adalah cara yang Martinus terapkan kepada anak-anak panti untuk mengubah cara berpikir mereka, menyiapkan masa depan anak-anak panti ketika telah keluar dari panti kelak.  Martinus juga menerapkan revolusi mental bagaimana anak-anak tersebut dapat menyalakan semangat meski berada pada masa sulit.

Selain itu, revolusi mental yang ia terapkan juga mengajarkan untuk menetralisir mental-mental hanya menerima, ketergantungan, mau enak sendiri. Hal tersebut dimulai dari mengubah cara berpikir anak-anak panti, jauh dari paradigma yang beredar mengenai diri mereka.

Martinus Gea. (Foto: facebook/Yayasan Prima Unggul)


Dalam menjalankan YPU, Martinus juga pernah tertimpa musibah yaitu terjadi kebakaran di YPU dan hampir 95 persen dari yayasan tersebut terbakar habis. Meski begitu, ia tidak terpuruk. Hal tersebut menjadi pembelajaran baginya dan juga bagi anak-anak panti.

“Ini dia buah-buah revolusi mental. Ketika semua barang habis, saya katakan ke anak-anak. ‘Boleh habis seluruh barang-barang yang kita punya, tapi semangat hidup tidak pernah habis. Dan inilah sebenarnya kekuatan bahwa itulah revolusi mental. Kekuatan kita untuk tetap survive, berjuang,” ujar Martinus pada wawancaranya dengan Berita Satu.

Martinus juga terus mempertahankan tekadnya, dan bahkan mengembangkan YPU sebagai wujud bersyukurnya. Ia yang dulunya anak panti tidak terpikirkan dapat hidup seperti yang ia punya sekarang. Ia merasa mendapat panggilan untuk kembali ke panti, dan karena itu adalah panggilan, maka ia harus melakukan semaksimal mungkin. [rk]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic