ThePhrase.id – Apakah kamu pernah memperhatikan bahwa banyak orang yang menggelar pernikahan pasca merayakan Idulfitri? Atau apakah kamu memperhatikan bahwa undangan pernikahan kerap datang setelah Lebaran usai?
Lebih tepatnya, banyak orang yang menggelar pernikahan setelah Idulfitri di bulan Syawal. Bulan Syawal sendiri adalah bulan setelah Ramadan dalam kalender Hijriah. Tetapi, mengapa bulan Syawal? Yuk kita bahas!
Dilansir dari laman Kementerian Agama (Kemenag), dijelaskan bahwa asal usul anjuran untuk menikah di bulan Syawal pertama kali muncul pada zaman jahiliyah. Kala itu, orang-orang jahiliyah meyakini bahwa bulan Syawal adalah pantangan untuk menikah.
Anggapan ini hadir karena kata Syawal diambil dari 'isyalah' dan 'raf̕’' (mengangkat). Namun, keyakinan ini tidaklah berdasar, bersifat mengada-ada, dan tidak benar adanya.
Untuk menampik keyakinan tersebut, Nabi Muhammad SAW menikahi Sayyidah 'Aisyah pada bulan Syawal. Ini memberikan contoh bagi umatnya bahwa tidak ada pantangan menikah di bulan Syawal dan membantah anggapan tak berdasar tersebut.
Pernikahan tersebut juga tertuang dalam sebuah hadits yang mengatakan, "Dari Aisyah RA ia berkata, ‘Rasulullah SAW menikahi aku pada bulan Syawal dan menggauliku (pertama kali juga) pada bulan Syawal. Lalu manakah istri-istri beliau SAW yang lebih beruntung dan dekat di hatinya dibanding aku?" (Muttafaq ‘Alaih).
Menurut Muhyiddin Syaraf An-Nawawi, hadits ini menyangkal kemakruhan menikah, menikahkan, dan berhubungan suami istri di bulan Syawal yang menjadi praktik di zaman jahiliyah, serta menganjurkan untuk menikah, menikahkan, dan berhubungan suami istri di bulan Syawal.
Namun, dilansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU), dijelaskan bahwa perlu dipahami melangsungkan pernikahan di bulan Syawal dapat dilakukan apabila memungkinkan. Dengan kata lain, bukan bersifat harus dilakukan. Karena pada dasarnya, pernikahan baik untuk dilakukan pada bulan apapun, termasuk di luar bulan Syawal.
"Pernyataan, dianjurkan untuk menikah pada bulan Syawal maksudnya adalah sekiranya memungkinkan untuk dilaksanakan pada bulan tersebut, sedangkan pada bulan yang lain juga sama. Apabila ditemukan sebab untuk menikah di bulan selain Syawal, laksanakanlah. Begitu juga anjuran untuk menikah pada bulan Safar adalah sahih, dan dalam hal ini Az-Zuhri meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah saw menikahkan putrinya yaitu Sayyidah Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib ra pada bulan Safar pada penghujung bulan kedua belas dari hijrah." (Abdul Hamid Asy-Syirwani, Hasyiyatus Syirwani, Mesir-Maktbah Mushtafa Muhammad, tanpa tahun, juz VII, halaman 189-190).
Menurut riwayat Az-Zuhri yang artinya seperti di atas, dijelaskan bahwa pernikahan di bulan Syawal dianjurkan untuk dilakukan apabila memungkinkan. Tetapi, pada bulan lainnya juga tak ada salahnya. Selain itu, ada juga anjuran untuk menikah di bulan Safar karena Rasulullah SAW menikahkan putrinya, yaitu Sayyidah Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib pada bulan tersebut.
Di luar alasan agama, banyak masyarakat Indonesia yang memilih untuk menggelar pernikahan setelah Lebaran karena alasan kebersamaan. Ini dikarenakan tak jauh dari hari Lebaran yang menjadi momen berkumpulnya keluarga besar. [rk]