ThePhrase.id – Belum lama ini, industri musik Indonesia mecatatkan sejarah baru dengan kembali dibukanya pabrik percetakan piringan hitam atau vinyl di dalam negeri oleh PHR Pressing setelah 50 tahun tidak beroperasi.
Kembali dibukanya pabrik percetakan piringan hitam ini turut menjawab permintaan pasar yang kian bertumbuh. Terlebih lagi, jika diproduksi di dalam negeri, maka diharapkan harga jual dapat menjadi lebih ekonomis.
Hal ini menjadi berita baik bagi para pecinta musik, terutama yang gemar mendengarkannya melalui vinyl. Baik di Indonesia maupun di berbagai negara di dunia, peminat piringan hitam ini masih tergolong tinggi.
Padahal, seperti diketahui, piringan hitam adalah suatu medium untuk menyimpan dan mendengarkan musik yang hadir pertama kali di dunia pada tahun 1880-an. Piringan ini digunakan karena industri musik kala itu belum mengenal istilah audio digital.
Seiring perkembangan zaman, media untuk menyimpan dan mendengarkan musik turut mengalami perubahan. Dari vinyl ke kaset, ke walkman, ke CD player, ke MP3 player, hingga saat ini dapat dengan mudah didengarkan melalui aplikasi. Musik turut mengalami digitalisasi.
Kendati demikian, masih banyak masyarakat dunia yang lebih memilih mendengarkan lagu menggunakan vinyl di abad ke-21 ini. Banyak di antaranya juga merupakan para generasi muda yang lahir di era musik digital. Lantas, apa alasannya?
Setiap barang pasti memiliki keunggulan dan kekurangan. Keunggulan dari piringan hitam yang beragam dan membuat masih banyak masyarakat yang senang mendengarkan musik menggunakan medium musik pertama di dunia ini.
Keunggulan pertama dan yang menjadi alasan mayoritas orang memilih ini adalah kualitas suara yang dihasilkan. Suara yang dihasilkan oleh piringan hitam ini dikatakan lebih jernih dan berbeda dengan yang dihasilkan oleh CD, kaset, maupun digital.
Yang kedua adalah nuansa. Bagi para penikmat musik, mendengarkan musik yang keluar dari piringan hitam memberikan nuansa atau vibes yang berbeda. Dengan vibes ini, tak sedikit orang-orang yang lahir di generasi terdahulu menjadi bernostalgia.
Selanjutnya, alasan orang menggunakan vinyl dan juga menjadi keunggulan adalah sebagai koleksi. Ukurannya yang besar dan juga menggunakan cover yang juga besar dan foto serta gambar yang berbeda dari versi digitalnya menjadi alasan tersendiri bagi para kolektor untuk memiliki piringan hitam ini.
Terlebih lagi, piringan hitam ini kini mulai berevolusi. Banyak musisi yang mengeluarkan album rilisannya dalam versi vinyl yang unik seperti berwarna-warni bukan hitam, piringan tembus pandang atau clear, hingga piringan yang berbentuk hati.
Koleksi berbagai bentuk piringan ini dapat menjadi hiasan rumah yang membuat setiap sudut menjadi lebih estetik dan kental akan nuansa musik. Tamu yang berkunjung juga akan otomatis mengasumsikan sang pemilik rumah adalah seorang pecinta musik.
Tak hanya itu, memiliki, menggunakan, dan mendengarkan musik dengan vinyl juga memunculkan karakter lawas atau old school dari seseorang. Hal ini digemari bukan hanya oleh orang-orang yang lahir di generasi terdahulu, tetapi juga oleh para generasi muda.
Dilansir dari Kompas.id, pada tahun 2016 BBC merilis hasil survei dari Independent Communications and Marketing Research (ICM), sebuah lembaga riset dari Inggris yang mengungkapkan profil pembeli piringan hitam di negara tersebut.
Hasil survei mengatakan bahwa lima dari 10 orang yang membeli piringan hitam berusia 18 hingga 34 tahun. Temuan ini menunjukkan bahwa generasi muda turut mengonsumsi dan menggemari produk lawas dengan berbagai tujuan. [rk]