leader

Mengenal Sosok Bapak Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara

Penulis Rahma K
Dec 02, 2021
Mengenal Sosok Bapak Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara
ThePhrase.id - Siapa yang tak kenal dengan Ki Hadjar Dewantara? Tokoh satu ini adalah salah satu pahlawan Indonesia yang mengharumkan bangsa. Ia adalah seorang aktivis pergerakan kemerdekaan, kolumnis, politisi, dan seorang pelopor pendidikan pada zaman penjajahan belanda.

Ki Hadjar Dewantara (KHD) dikenal sebagai pahlawan pendidikan dengan perjuangannya terhadap hak dan kesempatan bagi kaum pribumi untuk belajar, agar sama dengan kaum priyayi dan orang-orang Belanda.

Ki Hadjar Dewantara. (Foto: Wikipedia)


Atas jasanya tersebut, hari lahirnya pada 2 Mei 1889 dikenang sebagai Hari Pendidikan Nasional oleh masyarakat Indonesia. Semboyan ciptaannya 'tut wuri handayani' juga masih terngiang-ngiang hingga menjadi bagian dari logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Slogan itu sendiri secara literal berarti seorang pendidik harus bisa memberikan dorongan dari belakang. Maksudnya adalah seorang pendidik dalam mendidik muridnya agar mengikuti, mendorong, dan membimbing dari belakang, bukan memaksakan dari depan. Karena sejatinya, seorang murid memiliki hak untuk mengatur dirinya sesuai dengan pemikirannya sendiri.

Nama asli dari pahlawan ini adalah Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Ia merupakan anak seorang bangsawan kelas atas tetapi memilih untuk mengganti namanya agar setara dengan pribumi lain.

Sebagai anak bangsawan, KHD mengenyam pendidikan di sekolah untuk anak-anak Eropa dan bangsawan Indonesia. Ia menempuh pendidikan pada Eropeesche Legere School, dan melanjutkan sekolah pendidikan dokter pada STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen). Sayangnya, ia tidak menyelesaikan sekolahnya di STOVIA dan memilih untuk menjadi wartawan.

Ki Hadjar Dewantara. (Foto: Wikipedia)


Tulisan-tulisannya diterima baik oleh masyarakat sebagai tulisan yang mengena serta komunikatif. Ia menjadi wartawan pada beberapa surat kabar seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

KHD juga aktif di bidang organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (Budi Utomo), KHD telah aktif pada bagian propaganda dalam mensosialisasikan serta menciptakan kesadaran masyarakat akan pentingnya persatuan bangsa.

Selain itu, ia juga merupakan anggota organisasi Insulinde untuk memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda. Bersama Ernest Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia mendirikan Indische Partij (Partai Hindia) pada tahun 1912. Ketiga pendiri ini dikenal juga dengan sebutan tiga serangkai.

Ki Hadjar Dewantara (kiri) bersama Douwes Dekker (tengah), dan Cipto Mangunkusumo (kiri) atau Tiga Serangkai. (Foto: Wikipedia)


KHD  memiliki dua tulisan yang sangat terkenal berjudul Als Ik Eens Nderlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda dimuat di surat kabar De Expres dan menjadi kontroversi.

Pasalnya, isinya menyindir para penjajah Belanda yang berniat mengumpulkan sumbangan dari warga dan juga pribumi untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Prancis pada tahun 1913. Menurutnya, hal tersebut tak adil dan juga tak pantas.

Melihat tulisan ini, para pejabat Belanda merasa panas. KHD kemudian diasingkan ke Belanda pada tahun yang sama.

Dalam pengasingan, Ki Hadjar Dewantara tetap aktif berorganisasi. Di Belanda, ia mengikuti organisasi pelajar asal Indonesia yang bernama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Ia juga mengenyam pendidikan di sana hingga mendapatkan sebuah ijazah pendidikan yang bergengsi bernama Europeesche Akta. KHD belajar banyak tentang sistem pendidikan dan pendidikan itu sendiri di sana.

Ki Hadjar Dewantara dengan murid-murid Taman Siswa. (Foto: Wikipedia)


Sepulangnya dari pengasingan, tekad untuk memajukan pendidikan Indonesia makin membuncah. Ia mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa pada tahun 1922. Di usianya yang ke-40 tahun, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara dari yang tadinya menggunakan gelar kebangsawanan, untuk mendekatkan dirinya dengan rakyat.

Pada tahun 1946, KHD ditetapkan sebagai Maha Guru pada Sekolah Polisi Republik Indonesia bagian Tinggi. Ia juga diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia pada kabinet pertama Republik Indonesia setelah merdeka. Berkat pengabdian dan perjuangannya, KHD mendapatkan gelar doktor kehormatan dari Universitas Gadjah Mada. Ia juga disebut sebagai Bapak Pendidikan. [rk]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic