
ThePhrase.id – Menjelang akhir tahun, meski banyak orang yang merasakan kegembiraan dan euforia tahun baru, sebagian orang lainnya justru merasakan suasana murung. Fenomena ini dikenal sebagai New Year's Blues, kondisi di mana suasana hati menurun drastis.
Seperti namanya, New Year's Blues hadir menjelang perayaan tahun baru dan umumnya berlangsung hingga liburan usai. Perasaan ini hadir secara perlahan, tetapi berkelanjutan. Tanpa alasan yang jelas, orang yang mengalaminya akan kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas normal dan merasa kosong.
Selain kehilangan motivasi dan merasa kosong, perasaan yang biasanya dirasakan adalah depresi, cemas, hingga ketakutan. Mereka yang merasakan ini juga akan merasa kesepian meski dikelilingi orang banyak, dan sensitif terhadap komentar kecil.
Pemicu New Year's Blues berasal dari tekanan evaluasi diri, di mana akhir tahun membuat sebagian orang merasa tengah berada di garis finis yang mengharuskan pertanggungjawaban pencapaian. Saat realitas tak sesuai ekspektasi, kekecewaan mudah muncul, apalagi ditambah kritik diri atas kegagalan sepanjang tahun.
Dilansir dari sumber psikologi populer seperti American Psychological Association dan Psychology Today, pemicu lain dari New Year's Blues yang juga memperburuk keadaan adalah tekanan sosial untuk "memulai tahun dengan sempurna".
Media sosial yang menjadi tempat berbagi apa pun, di akhir hingga awal tahun dipenuhi dengan pencapaian, resolusi besar, hingga target ambisius para penggunanya. Ini memicu perbandingan sosial, membuat orang yang melihatnya merasa tertinggal, hingga merasa gagal sebelum benar-benar memulai.
Fenomena ini disebut juga mirip dengan holiday blues atau end-of-year blues. Bukan diagnosis medis resmi, tapi sering dibahas dalam psikologi populer dan banyak dialami secara global, termasuk di Indonesia. Sejumlah psikolog menyebut kondisi ini sebagai reaksi emosional yang wajar dan bersifat sementara, berbeda dengan depresi klinis yang memerlukan penanganan medis khusus.
Kendati demikian, New Year's Blues bukanlah kondisi yang harus diabaikan. Para ahli dari Mayo Clinic dan Harvard Health menekankan pentingnya pendekatan realistis dalam menyikapi awal tahun.
Beberapa langkah yang dapat membantu adalah seperti menetapkan tujuan kecil yang terukur atau micro-goals, alih-alih resolusi besar yang memberatkan. Ini dapat membantu membangun rasa percaya diri secara bertahap.
Menjaga rutinitas tidur, aktivitas fisik ringan, serta pola makan seimbang juga terbukti berpengaruh positif terhadap kesehatan mental.
Di luar resolusi, ketika merasa New Year's Blues menghampirimu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengizinkan diri merasakan apa yang sedang kamu rasakan, bukan menolaknya. Mengakui rasa sedih adalah langkah awal proses kebangkitan.
Kedua, kurangi membandingkan diri via media sosial dengan membatasi konsumsi konten atau memilih konten yang positif. Mengingat bahwa setiap orang memiliki timeline yang berbeda juga perlu ditanamkan. Selain itu, memberi ruang untuk beristirahat secara emosional sama pentingnya.
Pada akhirnya, New Year's Blues adalah fenomena manusiawi yang dapat dirasakan siapa saja. Dengan bersikap jujur pada diri sendiri, melakukan langkah-langkah sederhana di atas, serta menetapkan rencana yang realistis ke depan, kamu dapat menyambut tahun baru dengan ritme pribadi yang sesuai. [rk]