ThePhrase.id – Puger Mulyono adalah seorang juru parkir yang rela menampung anak-anak pengidap HIV/AIDS (ADHA) yang ditelantarkan oleh keluarga mereka. Meski hidupnya pas-pasan ia tetap menerima dan merawat serta menyekolahkan mereka.
Simpati dan empati merupakan pertolongan yang luar biasa bermakna, terutama bagi anak-anak pengidap ADHA yang ditolong oleh Puger.
Mereka adalah anak kecil yang tak bersalah, lahir dengan keadaan yang tak bisa mereka minta. Namun, karena keadaannya, mereka dijauhi oleh masyarakat, bahkan oleh keluarga sendiri.
Awal Mula
Puger Mulyono. (Foto: kickandy.com)
Puger yang pada saat itu merupakan seorang mantan preman di Jakarta, kembali ke kampung halamannya yakni Surakarta untuk mengikuti pelatihan pendampingan pecandu narkoba dan ADHA. Suatu hari setelah itu di tahun 2012, ia mendapat kabar bahwa ada seorang anak pengidap ADHA yang ditelantarkan di sebuah rumah sakit.
Merasa iba dan empatik, Puger membawa anak tersebut pulang. Sesampainya di rumah, sang istri tidak marah ataupun protes, malah menyambut anak tersebut dengan tangan terbuka. Padahal, Puger hanya bekerja sebagai juru parkir dan memiliki 4 orang anak.
Jika berbicara secara realistis, pendapatannya tidak mencukupi untuk menghidupi dirinya, istri, anak-anak kandung, dan anak ADHA tersebut. Tetapi bagi Puger, di mana ada niat baik, di situ akan ada jalan.
Satu menjadi lima, lima menjadi sepuluh, dan terus bertambah. Jumlah anak yang ia tampung semakin banyak. Ia harus mencari tempat tinggal yang lebih besar lagi. Karena mengontrak, Puger mencari kontrakan yang dapat menampung keluarganya dan anak-anak tersebut.
Sayangnya, setiap ia mencari kontrakan baru, ia selalu ditolak karena warga sekitar keberatan dengan ADHA. Upaya puger kemudian terdengar hingga pemerintah kota dan dinas sosial setempat. Mereka kemudian diberikan tempat tinggal di area Taman Makam Pahlawan Surakarta yang jauh dari pemukiman warga.
“Karena mereka tidak ada yang mau mengasuh. Berapa panti asuhan yatim piatu yang menolak mereka untuk dirawat di sana. Kami diusir dari satu rumah ke rumah yang lainnya,” ungkap Puger dilansir dari SCTV.
Ia kemudian membangun yayasan bersama beberapa rekannya untuk merawat anak-anak tersebut lebih serius. Bersama Yusuf dan Kefas, Puger mendirikan Yayasan Lentera Surakarta. Mereka berharap shelter tersebut dapat menjadi lentera atau cahaya bagi para anak-anak ADHA.
Menyelamatkan Anak-Anak ADHA
Puger Mulyono (dua dari kiri) bersama salah satu anak pengidap HIV/AIDS. (Foto: antaranews.com)
Kisah Puger menyelamatkan anak-anak ADHA juga beragam. Ia kerap mendapat telepon dari orang-orang dan bahkan rumah sakit jika ada anak pengidap ADHA yang diterlantarkan.
Ia memiliki berbagai cerita menyedihkan terkait kondisi anak-anak tersebut saat ditelantarkan. Puger pernah mendatangi anak yang tinggal hanya dengan seorang nenek yang sudah renta di sebuah hutan di Jepara. Kondisinya mengenaskan, kekurangan gizi dan mengidap ADHA.
Ada juga dua anak kecil yang dikucilkan warga serta ditinggalkan keluarganya, sehingga mereka tinggal di kendang ayam. Bagaimana Puger dapat tinggal diam? Ia langsung menjemput mereka, meski di kota yang jauh dari Surakarta. Selain itu, ada juga anak yang dibuang di kardus, dan masih banyak lagi.
“Ada yang dibuang di hutan, ada yang sampai di kandang ayam, susah ceritanya. Sampai dibawa di kardus, ditaruh di jalan. Apalagi waktu mereka sakit, 'bapak, bapak, sakit pak, sakit' (kata anak-anak itu),” ujar Puger.
Pengobatan dan Pembiayaan
Puger Mulyono mendoakan salah satu anak yang telah berpulang. (Foto: Instagram/pugermulyono)
Untuk pengobatan mereka, Puger rutin memberikan anti retroviral (ARV) sesuai jadwal yang diberikan dokter. Guna obat tersebut adalah untuk memperlambat berkembangnya virus, karena belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS.
Banyak di antara mereka yang menunjukkan kondisi yang makin membaik, dari pertama kali Puger temukan. Namun, tak sedikit juga yang gagal berjuang dan harus meninggalkan dunia. Ada pula beberapa anak yang telah dikembalikan ke keluarganya setelah kondisinya membaik.
Pada awalnya, Puger dan rekan-rekannya merogoh kocek sendiri. Tetapi kini yayasan yang didirikannya telah bekerja sama dengan sebuah RSUD untuk anak-anak tersebut mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan gratis melalui BPJS Kesehatan dan bantuan dinas sosial.
Pembiayaannya juga dibantu oleh pemerintah Kota Solo, Dinas Sosial Kota Solo, Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah dan juga Kementerian Kesehatan. Di luar itu, bantuan juga masuk melalui donasi serta bantuan dari relawan-relawan yang berhati mulia.
Sekolah Anak-Anak ADHA
Puger Mulyono bersama salah satu anak mengidap ADHA. (Foto: kitabisa.com)
Masalah pendidikan juga bukan perkara mudah. Puger ingin anak-anak ini mendapat pendidikan sama dengan anak-anak lainnya. Tetapi, sulit untuk mencari sekolah yang mau menerima keadaan mereka. Puger harus meyakinkan bahwa anak-anak tersebut tidak akan menularkan penyakitnya melalui udara.
Ia pun terjun langsung mengantar dan menjemput anak-anak tersebut ke sekolah. Ia juga memperlakukan anak-anak tersebut seperti anaknya sendiri. Membelikan jajanan jika mereka meminta, bermain bersama, hingga menyekolahkannya.
Pernah Dicerca Orang Terdekat
Puger Mulyono. (Foto: antaranews.com)
Puger mengenang, saat awal menampung anak-anak tersebut, ia kerap dihina oleh orang-orang terdekatnya, baik teman, saudara, maupun tetangga.
“Dulu orang-orang mungkin teman, sanak sodara kami sendiri, tetangga kami, menganggap kami orang yang kurang kerjaan. Orang yang edan, orang gila. Anak yang HIV mau-maunya dia tampung. Kurang kerjaan atau gak ada kerjaan lain. Tapi bagi kami itu sesuatu yang tidak pernah kami risaukan. Walaupun kami dulu, mungkin sampai sekarang pun masih dicerca,” ucap Puger dikutip dari Antara.
Kini kondisi yayasan sudah jauh lebih baik dari awal pertama ia memulai. Puger hanya berharap anak-anak tersebut untuk mendapat kesempatan hidup seperti anak-anak lain, mendapatkan hak mereka, dan dapat hidup di masyarakat hingga dewasa. Dan ia berharap mereka dapat mencapai cita-cita mereka suatu hari. [rk]