leader

Puji Utomo, Anak Petani Raih Summa Cum Laude UGM

Penulis Rahma K
Oct 28, 2021
Puji Utomo, Anak Petani Raih Summa Cum Laude UGM
ThePhrase.id – Puji Utomo adalah seorang dosen muda dengan sederet prestasi membanggakan. Ia mengajar program studi teknik sipil pada Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY). Selain mengajar, Puji juga menekuni bidang penelitian, menulis, hingga aktif di kegiatan sosial kemasyarakatan.

Nilai IPK dan Gelar Summa Cum Laude


Ia merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk jenjang sarjana dan master. Dengan kedua jenjang pendidikan tinggi tersebut, Puji mendapatkan dua gelar sehingga namanya menjadi Puji Utomo, S.T., M.Eng.

Hebat, ternyata Puji lulus mendapat kedua gelar tersebut dengan predikat cum laude. Ia mendapat gelar sarjana teknik pada tahun 2015 dengan IPK 3,86. Bahkan, di jenjang pendidikan masternya, Puji berhasil meraih IPK 4,00, sehingga lulus dengan summa cum laude dan sekaligus menjadi lulusan terbaik kala itu.

Puji Utomo. (Foto: Instagram/cak_puji)


Di luar nilai sarjana dan magisternya yang luar biasa menakjubkan, Puji juga memiliki sederet prestasi membanggakan lainnya. Ia kerap melakukan penelitian di bidang teknik sipil yang berfokus pada air.

Prestasi


Puji memiliki berbagai prestasi dalam penelitian-penelitiannya, hingga mendapatkan penghargaan.  Beberapa di antara penelitiannya bahkan telah diakui secara nasional dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Salah satu di antaranya adalah penelitian Teknologi Pemanen Kabut (Fog Harvesting) di Dusun Ngoho dan Gambooster (Gadjah Mada Bamboo Shelter). Dua karya ini juga membawanya menjadi finalis pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) tahun 2013 dan 2014.

Fog Harvesting itu sendiri merupakan penemuan yang unik. Sebab, untuk mengatasi kekeringan di daerah tersebut, Puji dan timnya menemukan teknologi pemanen kabut. Cara kerjanya, kabut dijebak menggunakan jarring-jaring yang kemudian jatuh ke bawah dan ditampung sebagai air yang dialirkan menggunakan irigasi tetes ke perkebunan warga.

Puji Utomo. (Foto: Instagram/cak_puji)


Masih di tahun 2014, Puji juga dinobatkan sebagai peraih PPSDMS Award 2014 pada kategori Peneliti Muda dan Pembaharu Teknologi. Puji juga memenangkan berbagai kompetisi seperti juara 1 Essay Competition Green Campus, Indonesian Water Netherland Water Challenge, dan lain-lain.

Latar Belakang


Puji merupakan anak petani desa yang hidupnya sederhana.  Di kampungnya, Pati, Jawa Tengah, orang tuanya dulu bekerja sebagai petani dan pedagang ikan. Memiliki 5 saudara kandung lain, Puji sadar bahwa ia tidak dapat bergantung pada kedua orang tuanya untuk mengejar masa depannya.

Selulus dari SMA, ia mencari informasi beasiswa. Target pria kelahiran 1992 ini adalah untuk masuk pada 1 dari 3 universitas terbaik di Indonesia. Pilihannya adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Puji Utomo. (Foto: Instagram/kickandyshow)


Puji ternyata berjodoh dengan UGM, karena ditolak oleh kedua universitas lainnya. Ia masuk melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM). Di saat yang sama, program bidikmisi dari pemerintah baru saja diluncurkan, sehingga ia dialihkan untuk menggunakan program bidikmisi.

Selain bidikmisi yang membiayainya secara penuh 4 tahun, Puji juga mendapatkan beasiswa lain pada tahun ketiga dan keempatnya berkuliah. Beasiswa tersebut ia dapatkan dari Yayasan Nurul Fikri. Berawal dari yang tidak memiliki uang, menjadi dibiayai secara penuh oleh dua instansi yang berbeda.

Pernah Tinggal di Masjid


Selama kuliah, Puji menyambi sebagai guru di beberapa tempat bimbingan belajar untuk menambah uang sakunya. Bahkan, Puji rela untuk tinggal di masjid agar tidak perlu membayar uang kos.

Uang saku yang ia terima dari beasiswa kemudian sebagian dikirimkan ke kampung halamannya karena ia tak lagi harus membayar biaya tempat tinggal.

Puji Utomo. (Foto: Instagram/cak_puji)


“Seneng anak saya bisa kuliah, bapaknya tidak bayar. Rumah tidak ada, kos-kosan juga tidak ada, Puji tidur di masjid. ‘Berat-beratnya orang tidak punya, aku kasihan sama ibu. Biar ibu tidak perlu kirim uang, aku tidur di masjid’ dia diberi nasi sama yang punya masjid,” ungkap Ibu dari Puji dengan nada sedih, dikutip dari Kick Andy.

Meskipun tinggal di masjid karena faktor finansial, Puji mengatakan terdapat faktor pendukung lain yang membuat ia mau tinggal di masjid yakni keagamaan. Ia menjadi lebih religius dan taat. Saat tinggal di masjid ia merangkap sebagai marbot masjid.

Tak hanya itu, Puji juga mengajar anak-anak dan ibu-ibu mengaji. Menurutnya, seorang pemuda (muslim) harus menggantungkan hatinya kepada masjid, yang berarti tidak melepaskan belajar ilmu agama.

“Walaupun kita tidak punya apa-apa, mungkin kita tidak bisa berbagi dengan uang. Tetapi kita bisa berbagi ilmu kita untuk mengajar anak-anak, ibu-ibu pengajian, dan sebagainya,” ujar Puji pada acara Kick Andy.

Puji Utomo pada acara Kick Andy. (Foto: twitter/kickandyshow)

Melanjutkan S2


Setelah lulus S1, Puji memiliki keinginan untuk melanjutkan S2. Padahal, notabenenya, gelar sarjana sudah cukup untuk mengantarkannya kepada kehidupan yang lebih baik. Dibandingkan orang tuanya yang tidak lulus SD, dan kakak-kakaknya yang hanya lulusan SMA/SMK.

Tetapi Puji memiliki tekad. Selama belajar S1, ia menemukan passionnya yakni pada pendidikan dan pengajaran. Selama mendapatkan beasiswa, ia berpikir bahwa anak-anak Indonesia lainnya juga punya kesempatan yang sama untuk kuliah.

“Sebenernya passion saya ketika melihat semasa kuliah dari IPK yang tinggi, effort dan struggle untuk belajar, untuk penelitian, pengabdian. Passionnya di situ, pendidikan pengajaran. Apalagi mendapat beasiswa. Kemudian saya berpikir bahwasannya anak-anak Indonesia punya kesempatan yang sama buat juga kuliah. Akhirnya kepikiran gimana biar saya juga menjadi bagian untuk menyiapkan sumber daya manusia di Indonesia. Salah satunya dengan menjadi akademisi,” ujar Puji.

Puji Utomo. (Foto: Instagram/cak_puji)


Maka dari itu, ia mengejar S2 untuk menjadi akademisi. Cerita unik juga ia paparkan pada masa studi S2-nya. Kala itu Puji ingin cepat lulus, tak masalah berapa nilainya. Alih-alih mendapat nilai jelek, Puji justru mendapat nilai sempurna dengan waktu hanya 1 tahun 4 bulan.

“Alhamdulillah, qadarullah, sekali lagi. Takdir Tuhan itu, kalau kita jaga Tuhan maka Tuhan akan menjaga kita,” ucap Puji.

Dengan moto hidup ‘tetap semangat pantang menyerah, tetap tersenyum pantang mengeluh’, Puji ke depannya ingin melanjutkan studinya dan merambah ke jabatan fungsional di bidang akademik. Karena baginya, terlahir di keluarga sederhana tidak menghalanginya untuk sekolah setinggi-tingginya. [rk]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic