ThePhrase.id – Masalah sampah di dunia sudah sangat mengkhawatirkan. Jika tidak ditangani dari sekarang, maka dampaknya akan dirasakan oleh generasi selanjutnya. Melihat hal ini, seorang pemuda bernama Rendria Labde ambil bagian mengatasi masalah sampah. Caranya juga unik yakni menggunakan larva lalat.
Ia melihat permasalahan sampah di Indonesia tidak bisa dibiarkan, terutama sampah organik. Menurutnya, telah banyak usaha yang menangani sampah plastik, tetapi tidak dengan sampah organik. Maka dari itu, Rendria mendirikan Magalarva.
Magalarva adalah usaha budidaya larva dari Black Soldier Fly (BSF) atau lalat tentara hitam. BSF merupakan lalat ganas yang memakan segala sampah organik. Lalat tersebut kemudian dikembangbiakkan hingga memproduksi larva yang dibudidayakan untuk menjadi produk bahan baku pakan ternak.
Setelah melalui berbagai riset, Rendria dan seorang rekannya melihat bahwa sampah organik merupakan sampah yang paling banyak dihasilkan. Bahkan, 70 pesen sampah di Indonesia adalah sampah organik yang berakhir di TPA. Apabila dibiarkan terus menggunung di TPA akan menjadi masalah yang sangat serius. Apalagi jika hingga mencemari lingkungan.
Berangkat dari situ, Rendria mendirikan Magalarva sebagai solusi sampah organik yang melimpah. Usahanya didirikan pada tahun 2017, dan telah mengolah sampah organik dari pabrik makanan, pasar tradisional dan modern, hotel, dan perkebunan menjadi produk turunan seperti pakan ternak, minyak serangga, dan lain-lain.
Pemilihan BSF ini dikarenakan BSF merupakan pemusnah sampah organik tercepat karena bersifat agresif. Terlebih lagi, larva dari BSF sangat kaya akan nutrisi seperti protein esensial, asam lemak, vitamin, dan mineral yang dapat menjadi alternatif untuk mengatasi kelangkaan protein.
Jika banyak orang merasa jijik dengan lalat, Rendria tidak. Ia melihat serangga ini menjadi sebuah solusi dari menumpuknya sampah di TPA.
“Saya tertarik banget sama sebuah ide bahwa sesuatu yang dilihat orang tidak berguna tapi sebenarnya bisa dijadikan sesuatu yang sangat berguna. Itu menurut saya sesuatu yang membakar semangat,” ujar Rendria.
Bisnis yang ia rintis ini dilirik oleh berbagai kalangan karena dianggap sebagai suatu inovasi yang menarik dan berkelanjutan. Salah satu penghargaan bergensi yang diterima Rendria adalah Forbes 30 under 30 Asia 2021 pada kategori Indusry, Manufacturing, & Energy.
Pada laman Forbes tersebut, juga dijelaskan bahwa Magalarva mendapatkan USD 500,000 atau sekitar Rp 7 miliar dalam pendanaan awal dari investor yang tidak disebutkan. Magalarva juga berpartisipasi dalam Skala, program akselerator yang digagas oleh konglomerat Indonesia Salim Group dan Gree Ventures Jepang.
Sebelum menjalankan Magalarva, ia dulunya merupakan seorang pebisnis properti. Ia merupakan lulusan teknik mesin Universitas Indonesia yang sama sekali tidak berhubungan dengan budidaya serangga, ataupun sampah dan lingkungan.
Perjalanannya menuju Magalarva diinisiasi dari keinginan mencari jati diri dan akhirnya bertemu dengan pertanian berkelanjutan. Makin melek akan lingkungan, ia ingin membuat salah satu solusi dari masalah sampah yakni dengan Magalarva. [rk]