ThePhrase.id – Limbah elektronik atau sering juga disebut sebagai e-waste merupakan limbah yang sangat berbahaya. Semua limbah pada dasarnya memang berbahaya, tetapi e-waste memiliki kandungan B3 atau bahan berbahaya dan beracun yang membuat pembuangannya memerlukan perhatian khusus.
Muhammad Rafa Ibnusina Jafar atau lebih akrab dipanggil Rafa Jafar adalah salah satu pemuda yang peduli akan fenomena limbah elektronik. Saat masih duduk di bangku SD, Rafa sudah memikirkan kemana barang-barang elektronik yang tak lagi digunakan itu dibuang.
Rafa Jafar saat mengeluarkan buku pertamanya (2015) di bangku SD. (Foto: Instagram/ewasterj)
Berangkat dari sebuah tugas di sekolah dasar terkait gaya hidup yang mengerucut menjadi e-waste, Rafa mengeluarkan buku yang berjudul E-Waste: Sampah Elektronik (2015). Di tahun yang sama, Rafa juga mendirikan komunitas ewasteRJ sebagai bentuk tindak lanjutnya.
Kesadaran yang Rafa miliki sejak kecil terkait bahayanya limbah elektronik ini tidak berhenti pada sekadar tugas dan pameran saja. Ia melanjutkannya hingga sekarang menginjak usianya 18 tahun. Menurutnya, masih banyak pengolahan sampah elektronik yang salah, maka dari itu ia ingin bertindak dan berkontribusi.
“Masih banyak sekali proses pengolahan sampah elektronik dengan cara yang salah. Ada yang dibakar, ada yang dibuang ke lingkungan sembarangan, ada yang dikubur dalam tanah. Itu yang membuat racun-racun itu mengkontaminasi lingkungan kita,” ujar Rafa.
Rafa Jafar bersama dropbox ewasteRJ. (Foto: Instagram/ewasterj)
Tanpa kita sadari, ternyata limbah elektronik memiliki kandungan berbahaya seperti logam berat, merkuri, timbal, BFR, dan lain-lain yang dapat merusak lingkungan. Apalagi masih banyak orang yang kurang teredukasi yang membuang sampah elektronik bersama sampah rumah lain, membakar, dan bahkan mengubur.
Limbah elektronik sangat berbahaya bagi kesehatan manusia pada jangka panjang. Ketika kandungan berbahaya limbah elektronik mencemari lingkungan dan terkena kontak dengan manusia, dapat menyebabkan kanker, kerusakan jantung, hati, limpa, bronkhitis, dan bahkan dapat melahirkan anak yang cacat.
“Kalau kita lihat, ini (pencemaran e-waste berdampak pada manusia) adalah proses yang sangat lama. Jadi memang benar-benar jangka panjang, kita tidak bisa merasakan, kita tidak bisa melihat, dan itu permasalahan yang paling utama,” jelas Rafa.
Rafa Jafar bersama dropbox EwasteRJ. (Foto: ewasterj.com)
Maka dari itu, tujuan utama komunitas ewasteRJ adalah untuk mengedukasi masyarakat mengenai bahaya sampah elektronik serta cara membuang sampah elektronik yang tepat. EwasteRJ juga memiliki dropbox di mana masyarakat dapat membuang sampah elektronik mereka di situ.
Sampah-sampah elektronik tersebut kemudian dipisah-pisah sesuai kategorinya, dan kemudian dikirim kepada perusahaan pendaur ulang sampah elektronik. EwasteRJ bekerja sama dengan pihak ketiga yakni perusahaan pendaur ulang sampah elektronik yang telah tersertifikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Barang yang termasuk sebagai sampah elektronik antara lain adalah handphone, laptop, tablet, powerbank, charger, earphone, printer dan kabel, pada kategori teknologi dan komunikasi. Tetapi tak hanya itu, pada kategori lain juga masih banyak seperti rice cooker, setrika, hair dryer, kamera, remote, bohlam, dan yang paling sering dibuang adalah baterai.
Rafa Jafar. (Foto: Instagram/rafajafar)
EwasteRJ telah memiliki berbagai capaian antara lain menggapai 30.000 lebih orang untuk mengetahui isu limbah elektronik, mengumpulkan 7 ton lebih e-waste yang 6,8 ton lebihnya telah terdaur ulang, dan memiliki 20 titik dropbox yang tersebar di seluruh Indonesia.
Upaya Rafa mengedukasi dan menyediakan tempat untuk membuang sampah elektronik menarik perhatian dan apresiasi berbagai kalangan. Terlebih lagi, ia memulainya saat masih SD. Berkat hal itu, ia mendapatkan berbagai penghargaan.
Beberapa penghargaan yang diterima antara lain menjadi Grand Prize Winner pada kompetisi World Creativity Festival Korea Selatan dan dinobatkan sebagai Ikon Prestasi Pancasila 2020 pada kategori social entrepreneur oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). [rk]