leader

Tuna Netra yang Pantang Menyerah, Migel Dano Kini Miliki Usaha Ikan Asap

Penulis Rahma K
Oct 27, 2021
Tuna Netra yang Pantang Menyerah, Migel Dano Kini Miliki Usaha Ikan Asap
ThePhrase.id – Menjadi penyandang disabilitas tidak berarti mengurangi kesempatan dalam melakukan berbagai hal di dunia. Migel Dano contohnya, tuna netra ini tetap dapat mendirikan usaha dan sukses meskipun dengan keterbatasannya.

Migel Dano. (Foto: mediaindonesia.com)

Terlahir Non Disabilitas


Pria yang akrab dipanggil Miji ini terlahir non disabilitas. Saat ia berusia 18 tahun, tepatnya pada tahun 2007, ia harus kehilangan indra penglihatannya akibat kejadian mengenaskan. Waktu itu, Miji yang duduk di bangku kelas 3 SMA telat datang ke sekolah setelah liburan Natal.

Kejadian persisnya adalah, ia tidak masuk tepat hari setelah libur Natal dan tahun baru. Miji mengatakan kejadian tersebut bukan disengaja, melainkan ia dan keluarganya tidak mendapat angkutan kapal dari daerah keluarga besarnya untuk kembali ke kampung halamannya di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Alhasil, seorang guru di sekolahnya menamparnya dengan keras hingga ia mengalami gangguan saraf berat dan kehilangan penglihatannya. Ibarat sudah jatuh ketimpa tangga, Miji juga dikeluarkan dari sekolah tersebut karena tidak dapat lagi melihat.

Padahal, kala itu sudah bulan Januari, di mana ia harusnya mengikuti ujian nasional (UN) pada bulan April. Sangat terpukul, Miji tetap berusaha mencari pengobatan. Bahkan ia sampai berobat ke RSUD Dr. Soetomo di Surabaya. Sayangnya, dokter mengatakan Miji sudah tidak bisa melihat lagi.

“Saya dan keluarga berobat sampai di Surabaya, Rumah Sakit Soetomo. Dokter bilang bahwa saya tidak bisa melihat lagi, ini gangguan saraf berat, jadi saya sudah tidak bisa melihat lagi. Dan dokter sarankan pulang dan berdoa, siapa tahu ada mukjizat atau pertolongan Tuhan,” ujar Miji pada acara Kick Andy.

Migel Dano pada Kick Andy. (Foto: Instagram/kickandyshow)


Sepulang dari Surabaya, orang tua Miji mengatakan agar Miji tidak melakukan apa-apa, toh mereka masih bisa memberinya makan. Tetapi Miji bingung harus berbuat apa, ia masih memiliki keinginan untuk bersekolah.

Miji kemudian kembali ke sekolahnya untuk memohon agar bisa ikut ujian sekolah. Cara yang ia tawarkan adalah dengan gurunya membacakan soal dan ia menjawab secara lisan. Nahas, usaha tersebut juga ditolak mentah-mentah oleh sekolahnya dan malah dikeluarkan secara paksa.

Berjuang Mendapatkan Pendidikan


Semangat untuk menimba ilmu masih membara dalam diri Miji. Ia tidak ingin berhenti begitu saja. Tidak tinggal diam, ia mencari informasi ke sana ke mari apakah ada sekolah yang dapat menampung tuna netra sepertinya. Ternyata ia menemukan ada Sekolah Luar Biasa (SLB) yang bisa ia ikuti.

Dengan penuh gairah Miji mengatakan pada sang ayah mengenai SLB. Sayangnya, sang ayah malah menentang keinginan tersebut. Menurut ayahnya untuk apa sekolah lagi, karena sudah menjadi tuna netra. Ayahnya malah mengkhawatirkan perkataan orang-orang jika Miji sekolah dan tinggal di asrama, takut orang mengatakan orang tuanya ‘membuang’ Miji.

Karena tidak disetujui ayahnya, Miji nekat kabur ke Kupang untuk mengikuti SLB. Untungnya di sana ada keluarga dari ibunya yang dapat memberikannya tempat tinggal dan makan. Untuk sekolah, ia harus membiayai sendiri, begitu juga untuk ongkos.

Migel Dano dapat mengoperasikan ponsel. (Foto: tangkapan layar youtube/metrotvnews)


“Saya beli nasi kuning yang bungkus besar di warung 5 ribu, kemudian dibungkus kembali dalam bentuk bungkus kecil yang harganya seribu. Jadi, satu bungkus yang 5 ribu dibagi menjadi 7. Untungnya 2 ribu, saya pakai untuk biaya angkot,” ungkap Miji.

Di SLB, ia sempat belajar keterampilan terapi akupresur menggunakan stik akupresur. Ia belajar dengan tekun agar dapat mengubah keterampilan tersebut menjadi pekerjaan yang menghasilkan. Saat pertama kali mencoba melakukan terapi ke orang, ia sangat senang karena orang-orang mengatakan badannya menjadi lebih ringan, meski ia hanya dibayar Rp 5.000.

Belajar Digital

Meski tidak dapat melihat, Miji dapat mengoperasikan alat elektronik. Ia belajar huruf braille dan belajar menggunakan ponsel dan laptop untuk tuna netra. Pada saat di SLB, ada seorang temannya yang mengatakan bahwa ia memiliki kenalan yang juga tuna netra tetapi telah lulus S2 di Kanada.

Bergairah, Miji menanyakan siapa orang tersebut dan bagaimana bisa ia berpendidikan hingga S2. Ternyata orang tersebut adalah seorang pendeta, ia bisa karena dapat mengoperasikan komputer. Miji kemudian meminta nomor kontaknya dan akhirnya belajar dari pendeta tersebut.

Dari situ, ia kemudian dapat mengoperasikan komputer dan Microsoft Word. Tentunya dengan alat bantuan, yakni pembaca layar. Miji juga memantapkan kemampuan mengoperasikan komputer melalui pelatihan dari Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia).

Pelatihan yang ia ikuti salah satunya adalah di Yogyakarta tentang pengoperasian program Microsoft Excel, pada tahun 2017. Berbekal ilmu yang ia punya, Miji mendaftarkan diri ke perguruan tinggi yakni Sekolah Tinggi Agama Kristen Informatika Timor di Kupang pada jurusan Theologi.

Migel Dano saat wisuda S1. (Foto: pos-kupang.com)


Walaupun awalnya sempat ditolak, Miji berhasil meyakinkan bahwa ia dapat mengikuti perkuliahan dengan keterbatasannya. Biaya kuliahnya ia tanggung sendiri, menggunakan uang hasil menang lomba-lomba yang ia ikuti saat masih di SLB.

Membuka Usaha Ikan Asap


Miji juga pernah mengikuti program pelatihan yang dilaksanakan oleh Kominfo pada tahun 2020 terkait program e-commerce. Pada akhir program, diadakan kompetisi antar peserta. Miji berhasil menyabet juara dua.

Dari ilmu yang ia dapat, Miji kembali ke kampungnya dan berjualan ikan asap. Inspirasinya adalah orang-orang Rote Ndao yang berjualan ikan-ikan mahal seperti kerapu dan kakap. Ia bingung, di Kupang dulu harga ikan-ikan tersebut mahal, tetapi di Rote Ndao murah.

Ia juga berpikir sepertinya enak juga ikan-ikan tersebut dijual dalam bentuk ikan asap. Karena, seorang ibu penjaga di tempat pelayanannya di Rote Ndao kerap membuat ikan asap. Akhirnya ia melakukan uji coba. Membeli, membersihkan, mengasap, dan memasarkannya pada grup Facebook dan Whatsapp.

Tak disangka, ternyata banyak peminat dari ikan asapnya. Miji kemudian percaya diri dan kini memiliki usaha se’i Miji. Meskipun skalanya masih untuk orang-orang sekitar Rote Ndao, tetapi Miji sudah go digital, ketimbang orang-orang lain yang berjualan secara tradisional.

Migel Dano membersihkan ikan. (Foto: tangkapan layar youtube/metrotvnews)

Pernah Dibully


Saat Miji telah mengantongi gelar sarjana, ia kembali ke kampung halamannya untuk membuktikan pada ayah dan orang-orang sekitar bahwa ia bisa. Ia membawa foto-foto wisudanya untuk dipamerkan.

Pasalnya, perasaannya pernah tersakiti oleh omongan-omongan pedih orang. Mereka beranggapan Miji adalah anak yang pintar, tetapi sudah tidak bisa apa-apa lagi karena kehilangan penglihatannya.

“Awal saya jadi tuna netra itu saya sering dibully oleh masyarakat, teman-teman, siapa saja yang datang. ‘Kasian anak ini cerdas, pintar, tapi kalau sudah jadi gini tidak ada harapan dan masa depan lagi’. Bahasa-bahasa seperti itu yang saya dengar membuat saya sakit di atas sakit,” ungkap Miji.

Ke depannya, Miji berharap usaha yang dirintisnya dapat berkembang. Ia memiliki misi mulia yakni ingin melibatkan teman-teman disabilitas lain dalam usahanya. [rk]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic