
ThePhrase.id – Sosok Priyo Handoko mendadak viral di media sosial. Pria asal Magelang, Jawa Tengah, tersebut naik daun karena perjalanannya melakukan touring menggunakan sepeda motor tua jenis CB 125 keluaran tahun 1973 untuk melintasi jalan tertinggi di dunia yang bisa dilintasi kendaraan, yakni di wilayah pegunungan Himalaya.
Sepanjang perjalanan, Priyo mendokumentasikan berbagai momen yang ia lalui lewat laman Instagram @potokutoiki. Termasuk di antaranya video ketika ia mencapai Khardung La, sebuah video yang pada dasarnya ditujukan pada sang istri, tetapi mendadak mendapatkan views yang tinggi.
Dalam video tersebut, Priyo terlihat memamerkan motor CB-nya yang ber-pelat Magelang (AA) di atas pegunungan berselimut salju. "Istriku tercinta, (ini) CB-ku, Indonesia, Kabupaten Magelang, di sini kita, second top of the world, Khardung La," ungkapnya.
Setelah perjalanan panjang, Priyo akhirnya mencapai puncak tertinggi kedua di dunia, yakni Khardung La di pegunungan Himalaya yang berlokasi di Ladakh, India. Ketinggian puncak ini adalah sekitar 5.359 meter di atas permukaan laut. Momen tersebut tak hanya membuat bangga Priyo dan istrinya, melainkan juga warga Indonesia yang ikut menonton.
Namun, pada video yang sama Priyo juga meminta maaf karena tak bisa menjelajah hingga puncak tertinggi di dunia yang bisa dilewati kendaraan, karena sekarang sedang musim dingin yang tidak memungkinkan motornya untuk naik lebih tinggi lagi.
Diketahui, Priyo Handoko berangkat dari Magelang dengan mimpi yang telah ia simpan sejak lama, yaitu berkendara dengan motor di pegunungan Himalaya. Lokasi tujuan yang jauh dari tempat asalnya membuat perjalanan Priyo panjang.
Dilansir dari wawancaranya dengan Kompas.com, Priyo mengaku ia mulai menancap gas dari kampung halamannya di Sumberarum, Tempuran, Kabupaten Magelang, pada awal Agustus tahun 2023. Tujuannya adalah pegunungan Himalaya.

Impian ini pertama kali muncul setelah ia berhasil menginjakkan kaki di pegunungan "Atap Dunia" tersebut pada tahun 2017 sebagai seorang pendaki biasa. Pemikiran untuk menjelajah dengan motor terbesit begitu saja, "Waktu itu saya lihat jalannya sangar. Kepikiran, wah kalau pakai motor pasti asyik," kenangnya.
Setelah persiapan yang matang, dimulai dari segi finansial, pengalaman, hingga perizinan yang cukup pelik seperti visa, paspor, SIM internasional, dan CPD, ia akhirnya memberanikan diri untuk berangkat.
Meski pada perjalanan Priyo menghadapi serangkaian permasalahan, ia tak menyerah. Ketika merasa di ambang batas kemampuan, ia kembali dikuatkan oleh sang istri. Perjalanan juga menjadi lebih ringan karena ia melakukannya dengan santai, menikmati setiap negara yang disinggahi, dan pulang ke Indonesia apabila ia ingin kembali ke tanah air.
Sebelum mencapai dataran India, ia terlebih dahulu menjelajahi berbagai wilayah Indonesia, negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Laos, hingga menuju Asia Selatan. Ketika ia pulang, motornya tak dibawa kembali, tetapi dititipkan kepada kawan-kawannya di lokasi terakhir motor bersinggah.

Tagline-nya dalam perjalanan ini adalah "anything can go anywhere", alias siapa pun dan apa pun bisa pergi ke mana saja. Maka dari itu, perjalanan yang ia lakukan murni sebagai hobi dan untuk mencapai impian, tanpa ada embel-embel misi sosial atau rekor apa pun ini ia jalani dan nikmati apa pun kondisinya.
Dengan tagline tersebut, dan juga dengan motor lama yang dikendarainya tersebut, Priyo juga ingin membantah anggapan bahwa touring hanya bisa dilakukan dengan motor yang besar dan mahal. Sepeda motor yang dikendarainya tersebut telah menjadi teman yang menemaninya bepergian selama 20 tahun lamanya, dan masih terus ia gunakan untuk menjelajah dunia.
Namun, Priyo menekankan bahwa perjalanannya bukanlah sebuah aksi nekat yang dilakukan tanpa perhitungan. Semua telah ia rencanakan dan persiapkan dengan matang. Bahkan, hingga momen-momen tak terduga apabila motornya mogok dan ia harus menghentikan perjalanannya. Ia berharap tak ada orang yang ikut-ikutan tanpa bekal yang matang. [rk]