lifestyle

Wae Rebo, Desa Adat Minang di Pegunungan Flores Bak Negeri di Atas Awan

Penulis Rahma K
Feb 27, 2022
Wae Rebo, Desa Adat Minang di Pegunungan Flores Bak Negeri di Atas Awan
ThePhrase.id – Di Indonesia, terdapat berbagai desa adat baik yang mudah dijangkau maupun yang terpencil. Beberapa dari desa adat tersebut kini menjadi desa wisata karena keunikan dan keautentikannya. Salah satunya yang sangat populer dan menjadi destinasi wisata idaman adalah Desa Adat Wae Rebo.

Desa ini terletak di Timur Indonesia, tepatnya pada Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Dengan 7 rumah tradisional berbentuk unik dan terletak di atas gunung, menjadikannya terlihat eksotis. UNESCO menobatkan desa ini sebagai konservasi warisan budaya Asia Pasifik.

Karena terletak di atas gunung dan terpencil, untuk mencapainya butuh waktu dan kesabaran ekstra. Pengunjung harus menempuh perjalanan yang dapat ditempuh dengan kendaraan selama 5 jam, kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki/hiking selama 2 hingga 3 jam.

Desa Wae Rebo. (Foto: Instagram/leo_edw)


Perjalanan yang jauh ini akan terbayar ketika mencapai tujuan. Pasalnya, desa ini disebut juga sebagai negeri di atas awan. Bisa bayangkan  kecantikannya, dengan tujuh rumah adat yang menjulang ke atas dan dikelilingi pegunungan hijau beserta kabut.

Sesampainya di desa adat ini, setiap pengunjung harus mengikuti upacara adat penyambutan tamu. Pada upacara penyambutan tersebut pengunjung juga diminta memberikan uang sumbangan sebesar Rp 50.000 per grup.

Setelah itu, pengunjung akan dijelaskan oleh penduduk lokal setempat mengenai desa ini. Karena perjalanan yang tidak sebentar, setelah penjelasan mengenai desa, pengunjung akan dibawa ke salah satu rumah adat yang bernama Mbaru Niang ini sebagai tempat tinggal selama di sana.

Rumah Adat Mbaru Niang


Berbicara mengenai rumah adat Mbaru Niang, terdapat lima lantai pada rumah adat ini yang memiliki fungsi masing-masing. Lantai pertama tempat untuk beraktivitas, lantai kedua untuk menyimpan bahan makanan, lantai ketiga untuk menyimpan benih, lantai keempat untuk menyimpan bahan makanan untuk jangka panjang, dan lantai terakhir untuk menyimpan benda sesajian dari anyaman bambu.

Youtuber Leonardo Edwin di Desa Wae Rebo. (Foto: Instagram/leo_edw)


Rumah ini memiliki tinggi 15 meter dan lokasinya berada pada ketinggian 1.120 meter di atas permukaan laut yang dikelilingi oleh hutan lebat. Bentuk rumah ini mengerucut ke atas dan atapnya terbuat dari daun lontar hingga hampir menyentuh tanah. Kemudian keseluruhan rumah tersebut ditutupi menggunakan ijuk.

Setiap Mbaru Niang dapat ditempati oleh enam hingga delapan keluarga. Enam Mbaru Niang dapat menampung 6 keluarga, sedangkan terdapat satu Mbaru Niang yang paling besar dan terletak di tengah dapat penampung lebih dari enam keluarga.

Masyarakat Wae Rebo


Berlokasi di Nusa Tenggara Timur, wajar untuk berpikir jika penduduknya merupakan keturunan Flores. Namun, hal tersebut tidak benar, karena penduduk Wae Rebo adalah keturunan Minang. Yap, Minang suku adat asli Sumatera Barat.

Dilansir dari Merdeka, leluhur Wae Rebo sampai di Wae Rebo 1.080 tahun yang lalu. Dan sejak saat itu, telah ada 18 hingga 19 generasi orang Minang yang tinggal di desa ini.

Jumlah penduduk desa ada lebih dari 600 penduduk. Tetapi, tak semuanya tinggal di Wae Rebo, melainkan ada yang tinggal di desa bawah. Seperti anak-anak yang masih bersekolah agar lebih mudah untuk mencapai sekolah.

Desa Wae Rebo saat matahari terbit. (Foto: youtube/Leonardo Edwin)


Warga desa memiliki mata pencaharian sebagai petani dan penenun. Komoditas hasil kebun yang menjadi unggulan dan khas adalah kopi. Di sepanjang jalan menuju Wae Rebo, terdapat banyak pohon kopi yang kemudian dipetik dan diolah menjadi kopi berjenis robusta oleh warga.

Karena khas dari daerah tersebut, tentu rasanya juga memiliki ke-khas-an tersendiri. Tak jarang juga pengunjung yang datang karena ingin mencoba kopi robusta khas desa ini, selain karena pemandangannya yang indah.

Para ibu-ibu di desa ini selain melakukan proses pembuatan kopi, juga memiliki profesi sebagai penenun. Kain tenun yang dibuat tentunya khas, dan bernama kain Cura.

Itu dia salah satu desa adat tradisional yang sangat khas dan unik pada dataran tinggi Nusa Tenggara Timur. Apakah kamu tertarik untuk mengunjunginya? [rk]

Tags Terkait

-

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic