leader

Jadi Atlet Basket hingga Diterima S2 di Columbia University, Ini Kisah Nadhifa Ramadhani Mengejar Mimpi di Atas Kursi Roda

Penulis Rahma K
May 12, 2025
Nadhifa Ramadhani. (Foto: Instagram/nadhifarmdhn)
Nadhifa Ramadhani. (Foto: Instagram/nadhifarmdhn)

ThePhrase.id – Keterbatasan fisik bukanlah halangan bagi Nadhifa untuk mengejar passion, pendidikan, dan mimpi. Meski ia merupakan penyandang disabilitas yang kehilangan satu kaki, ia membuktikan bahwa difabel tetap bisa menggapai impian seperti orang lain.

Perempuan bernama lengkap Nadhifa Ramadhani ini terlahir dengan anggota tubuh yang lengkap. Tetapi ia harus menerima takdir bahwa ia harus kehilangan satu kakinya ketika masih duduk di bangku SMP. Lebih tepatnya di tahun 2012, karena kanker tulang atau osteosarkoma yang dideritanya.

Kala itu, Nadhifa adalah seorang remaja perempuan yang aktif menekuni olahraga basket. Tetapi, kanker tulang yang menyerang mengharuskan dirinya untuk vakum dari olahraga yang menjadi mimpinya tersebut. Basket yang tadinya mengisi waktunya kini diganti dengan kemoterapi yang tak berujung.

Meski serangkaian pengobatan telah dilakukan, dokter berpendapat lain. Kanker yang telah menyebar dengan cepat membuat keputusan besar harus diambil untuk menyelamatkan nyawa Nadhifa, yaitu dengan mengamputasi kakinya.

Ini bukanlah keputusan yang mudah baginya, mengingat kegemarannya pada olahraga basket mengharuskannya memiliki dua kaki yang normal. Karena itu, juga ia harus meninggalkan olahraga tersebut pasca kakinya diamputasi.

Jadi Atlet Basket hingga Diterima S2 di Columbia University  Ini Kisah Nadhifa Ramadhani Mengejar Mimpi di Atas Kursi Roda
Nadhifa Ramadhani. (Foto: Instagram/nadhifarmdhn)

Tetapi, selang beberapa waktu setelah kakinya diamputasi, percikan semangat untuk kembali menekuni basket datang lagi usai menonton pertandingan basket kursi roda di gelaran Asian Para Games 2018. Ternyata, masih ada harapan baginya untuk kembali ke olahraga basket, meskipun sedikit berbeda, yaitu dengan kursi roda.

Ia pun bergabung dengan komunitas Jakarta Swift Wheelchair Ball di tahun 2019. Komunitas ini tak hanya memberikan kesempatan meraih prestasi dan bertanding ke Bali dan Malaysia, tetapi juga mempertemukannya dengan jodohnya yang juga seorang atlet disabilitas.

Keduanya memutuskan untuk menikah dan sang suami melanjutkan pendidikan S2 ke Amerika Serikat, lebih tepatnya ke Columbia University. Terinspirasi dari sang suami, sarjana Ilmu Gizi Universitas Esa Unggul ini juga mencoba peruntungannya untuk bisa berkuliah di luar negeri dengan beasiswa LPDP.

Bidang studi yang ditekuninya adalah gizi, fokusnya mengarah pada peran gizi terhadap performa dan prestasi atlet. Dengan otak yang encer dan keinginan yang tinggi, Nadhifa berhasil diterima sebagai mahasiswa Master di kampus yang sama, yakni Columbia University dengan bidang studi Nutrition and Exercise Physiology.

Jurusan ini ia pilih karena sejalan dengan kegemarannya dalam olahraga dan juga bidang studi gizi. Pendidikan yang tinggi membuka wawasannya bahwa olahraga membutuhkan pendekatan yang holistik, dan gizi adalah salah satu komponen utama yang tak dapat dipisahkan dari dunia olahraga.

Jadi Atlet Basket hingga Diterima S2 di Columbia University  Ini Kisah Nadhifa Ramadhani Mengejar Mimpi di Atas Kursi Roda
Nadhifa Ramadhani. (Foto: Instagram/nadhifarmdhn)

Nadhifa juga bercita-cita untuk bisa menjadi ahli gizi olahraga. Tujuannya adalah untuk membantu teman-teman atlet disabilitas agar lebih mengerti terkait gizi, karena gizi pada atlet memengaruhi performa di lapangan.

Baginya, tak ada batasan dalam mengejar pendidikan, sekalipun kekurangan fisik yang dialaminya. Terlebih lagi, pendidikan merupakan sebuah cara untuk menaikkan value diri, terutama bagi ia dan suaminya yang merupakan penyandang disabilitas.

"Saya ter-encourage untuk juga mendaftar LPDP karena menurut kami berdua pendidikan itu juga salah satu yang bisa menaikkan value kami sebagai seorang disabilitas. Karena mungkin karena disabilitas juga, kami perlu membuktikan lebih seperti itu kepada masyarakat bahwa dengan kedisabilitasan kami tidak sama sekali memberhentikan kami untuk menjadi orang yang lebih baik," tuturnya, dikutip dari laman resmi LPDP.

Selain itu, bagi Nadhifa, pendidikan merupakan jembatan menuju kemandirian, pemerberdayaa, perubahan, dan kesempatan untuk memahami diri.

"Bagi saya, pendidikan adalah jembatan menuju kemandirian, pemberdayaan, dan perubahan. Pendidikan memberi saya kesempatan untuk memahami diri saya sendiri. Saya tidak hanya mempelajari teori tentang ilmu gizi, tetapi juga menerapkannya untuk meningkatkan kualitas hidup, baik bagi diri sendiri maupun orang lain," ujarnya, dikutip dari laman Instagram Kemenpora. [rk]

Artikel Terkait Pilihan ThePhrase

 
Banyak dibaca
Artikel Baru
 

News Topic