ThePhrase.id – Money Dysmorphia menjadi istilah yang ramai digunakan dalam beberapa tahun belakangan serta dikaitkan dengan generasi Z yang kerap mengalami fenomena ini. Tetapi, apa arti dari Money Dysmorphia?
Fenomena Money Dysmorphia adalah sebuah kondisi psikologis di mana seseorang memiliki perasaan dan/atau pandangan terhadap kondisi keuangan yang terdistorsi, seperti merasa lebih kaya atau lebih miskin daripada kenyataannya.
Meskipun Money Dismorphia bukanlah sebuah diagnosis medis, karena istilah ini diambil dari kondisi yang dikenal sebagai Body Dysmorphic Disorder, fenomena ini secara nyata dialami oleh banyak orang. Termasuk banyak dari generasi Z yang dikatakan mengalami ini.
Dilansir dari laman Verywellmind, Smriti Joshi, MPhil, seorang psikolog di Wysa mengatakan bahwa distorsi ini berasal dari beberapa faktor seperti kecemasan finansial, pengalaman di masa lalu dengan uang seperti trauma finansial atau perbandingan terus menerus dengan orang lain. Faktor ini menjadi berkembang terutama dengan adanya media sosial sebagai platform untuk memamerkan gaya hidup yang terasa mustahil untuk dicapai.
Media sosial berperan penting sebagai salah satu faktor utama seseorang mengalami Money Dysmorphia. Ini merupakan salah satu efek negatif dari media sosial sebagai wadah seseorang mengunggah apapun, termasuk flexing barang-barang mewah.
Meski tak semua, banyak dari orang yang melihat bisa merasakan perasaan tidak mampu untuk menjangkau apa yang dilihatnya, yang mana akan mengarah pada berbagai permasalahan lainnya. Padahal, apa yang telah dimilikinya adalah lebih dari cukup.
Karena ini, orang-orang yang mengalami Money Dysmorphia sering kali membandingkan keuangan dirinya dengan orang lain, terus menerus merasa khawatir tidak punya cukup uang, menghindari pembicaraan uang karena cemas, merasa bersalah setelah menghabiskan uang, hingga terobsesi dengan pengeluaran kecil.
Di sisi lain, ada juga orang-orang yang mengalami Money Dysmorphia karena merasa memiliki banyak uang, padahal kenyataannya tak seperti itu. Salah satu faktor yang mendorong perilaku seperti ini adalah gaya hidup yang konsumtif.
Di era sekarang, berbagai hal bisa menjadi ladang uang, walaupun barang-barang tak berguna sekalipun. Perasaan ingin memiliki dan mengikuti tren terbaru ini lah yang membuat seseorang memiliki gaya hidup yang konsumtif. Umumnya, membeli barang-barang yang mahal atau tak perlu dilakukan untuk merasa cukup dan bahagia, tanpa memikirkan dampaknya.
Lantas, bagaimana cara mengatasi Money Dysmorphia?
Mengedukasikan diri sendiri terhadap pengelolaan keuangan seperti budgeting, investasi dan lainnya menjadi salah satu cara untuk mengatasi hal ini. Kamu bisa menetapkan tujuan keuangan dan fokus pada membuat timeline yang realistis untuk mencapai tujuan tersebut tanpa terpengaruh dengan kehidupan orang lain.
Kesadaran finansial merupakan hal yang tak kalah penting untuk mengatasi Money Dysmorphia. Karena, orang dengan kesadaran finansial yang tinggi akan dapat menetapkan anggaran yang realistis dan mengatur keuangannya dengan baik dan dengan caranya sendiri untuk merasa cukup.
Selain itu, kurangi penggunaan media sosial yabng tidak diperlukan untuk mengurangi pula paparan terhadap konten-konten yang memicu Money Dysmorphia. Terakhir, terapkan juga mindset 'Uang bukanlah segalanya' karena kebahagiaan tak hanya datang dari materi, tetapi juga hal-hal lain dalam hidup. [rk]