ThePhrase.id – Pernahkah kamu merasa sangat mengantuk di siang hari meskipun telah tidur yang cukup pada malam hari? Bisa jadi apa yang kamu alami adalah hipersomnia.
Apa itu hipersomnia? Mungkin istilah ini belum begitu familier bagi masyarakat umum. Hipersomnia adalah kondisi di mana saat seseorang merasakan rasa kantuk yang ekstrem di siang hari, meskipun telah tidur dalam waktu yang cukup.
Kondisi ini bukanlah sebuah penyakit, tetapi merupakan gangguan tidur. Gangguan tidur ini dikenal juga dengan nama excessive daytime sleepiness (EDS). Dilansir dari laman Sehatq, seseorang dapat dikatakan hipersomnia apabila mengalami EDS setidaknya 3 bulan.
Selain rasa kantuk yang ekstrem, terdapat gejala lain yang dirasakan para penderita gangguan tidur ini yakni:
Untuk mengetahui penyebab hipersomnia, perlu terlebih dahulu mengetahui macamnya. Pasalnya, penyebab gangguan tidur ini berbeda-beda pada tiap orang.
Jenis hipersomnia yang pertama adalah primer. Dilansir dari laman Alodokter, jenis ini terjadi akibat mutasi atau perubahan genetik yang membuat produksi histamin dalam otak berkurang. Jenis ini tidak terjadi karena kondisi atau gejala dari kondisi medis lain.
Yang kedua adalah hipersomnia sekunder. Nah jenis ini terjadi akibat kondisi medis tertentu yang dialami, sehingga menyebabkan kurang tidur atau kelelahan. Sama seperti gangguan tidur lain layaknya sleep apnea dan restless leg syndrome; kondisi medis seperti asma, epilepsi, nyeri kronis; kondisi psikis seperti bipolar, anxiety, dan depresi; kecanduan alkohol dan penyalahgunaan narkotika; hingga efek samping obat sedatif.
Hipersomnia tak bisa hilang begitu saja. Apabila kamu merasakan gejala-gejala di atas selama berbulan-bulan, ada baiknya periksa ke dokter. Begitu juga apabila melihat anggota keluarga atau rekan yang merasakan hal yang sama, sarankan untuk pergi ke dokter. Pasalnya, banyak orang yang mengalami gangguan tidur ini kerap dianggap tengah merasa malas.
Melansir laman Alodokter, dokter akan menanyakan riwayat kesehatan, serta meminta pasien untuk menulis buku harian tidur selama beberapa minggu untuk mengetahui pola tidur pasien.
Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan lanjutan seperti epworth sleepiness scale dalam bentuk kuesioner; multiple sleep latency test untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk tertidur; polisomnografi untuk mendeteksi aktivitas listrik otak, gerakan mata, denyut jantung, kadar oksigen, dan pernapasan saat tidur; tes darah; hingga CT Scan apabila diperlukan.
Barulah dokter dapat memberikan diagnosis serta pengobatan. Pasien mungkin akan disarankan untuk melakukan terapi perilaku kognitif untuk mengurangi kecemasan karena tidak bisa tidur. Atau dokter juga dapat memberikan obat-obatan.
Obat yang diberikan bisa obat psikostimulan untuk membuat pasien menjadi lebih terjaga, seperti amfetamin, methylphenidate, atau dextroamphetamine. Atau dapat juga diberikan obat lain seperti sodium oxybate, flumazenil, dan clarithromycin. [rk]